Monday, August 12, 2019

NGADEP

“Luar biasa beliau, ‘ngadep’ betul sama suaminya”.

Saya sering mendengar ibu berkata demikian saat bercerita tentang seorang perempuan yang tetap setia, berbakti dan memilih memaafkan suaminya yang kerap melukai hatinya dengan berselingkuh.

Itu saat pertama kalinya saya belajar sebuah istilah dan kualitas yang luar biasa. “Ngadep”. Menghadapkan diri dalam kondisi apapun. Sesuatu yang hanya bisa terjadi jika sebuah rasa hasrat cinta telah membara dalam diri seseorang. Sebuah cinta sejati yang berakar dari rasa kebaktian kepada yang lain, yang dengannya ia tetap berbuat baik walau telah disakiti. Seperti bunga mawar yang tetap mengeluarkan wewangian bahkan ketika setiap kelopak bunganya diremukkan.

Ibnu Arabi menyebut fenomena “ngadep” ini sebagai “tawajjuh”. Dalam Al Futuuhaat al Makkiyyah dikatakan, “Hasrat cinta (‘isyq) yang benar akan menghasilkan penghadapan wajah (tawajjuh) dalam pencarian terhadap pihak yang dicintai. Dan penghadapan wajah yang benar akan menghasilkan ketersambungan dari pihak yang dicintai kepada yang mencintai.”

Dengannya saya belajar menjadi lebih memaknai doa pembuka dalam shalat, “inni wajahtu wajhiya lilladzi fatarassamaawati wal ardh”. Sekaligus jadi kelu lidah dan malu saat mengucapkannya menyadari betapa legowonya hati Dia dan betapa sangat memaafkannya Dia mengetahui bahwa doa iftitah yang saya ucapkan kerap kali hanya kata-kata kosong. Saya bilang “aku hadapkan wajahku” tapi saat shalat pikiranku entah lari kemana, cita-citaku entah membumbung kemana, ketakjubanku entah mengarah kemana. Yang pasti bukan pada-Nya. Dia tahu itu. Tapi tetap datang dan setia saat mulut saya mengucap “Allahu Akbar”, karena Dia selalu memenuhi janji. Dia akan datang saat takbir diucapkan tapi akan pergi seiring dengan ketidakkhusyuan hati kita. Duh, Gusti maaf...

Karenanya saya tengah belajar “ngadep”, mulai dengan menghadapkan wajah hati yang benar dalam kekhusyuan shalat, dengannya kita jadi lebih mudah dalam “ngadep” dalam keseharian. Lebih diringankan mengangkat beban hidup yang nampak seberat apapun. Lebih dimudahkan menjalani ujian hidup yang nampak sesulit apapun. Lebih dilapangkan hati menapaki hidup yang nampak sesempit apapun. Semua hanya bisa dengan pertolongan Allah, suatu anugerah yang turun dengan sendirinya ketika kita telah tersambung kepada-Nya. 

Dan “ngadep” - menghadapkan diri kepada takdir hari ini, mensyukuri apa yang ada, berpikir positif, let it go, maafkan, berwajah cerah adalah kunci-kunci untuk mendapatkan ketersambungan dengan-Nya di setiap saat. Sebagaimana Dia yang selalu menyediakan Diri-Nya untuk kita setiap waktu tanpa henti...

No comments:

Post a Comment