Friday, August 16, 2019

Dalam hidup Allah akan menguji orang beriman dengan dihadirkan hal-hal yang menggiurkan sekadar untuk menguji kualitas keimanan dan kesungguhan hatinya dalam mengabdi kepada Allah semata. Sesuatu yang dalam Al Quran sebutkan sebagai:

“..binatang buruan yang mudah ditangkap..” (QS Al Maidah [5]: 94)

Atau seperti fenomena ikan yang banyak di hari Sabat (Sabbath), hari dimana Bani Israil diperintahkan untuk beribadah untuk Allah dan tidak keluar rumah (QS An Nisaa [4]: 154)

Bentuk ‘ binatang’  buruan atau ‘ ikan’  di zaman kita sekarang bisa berupa tiba-tiba ditawari proyek tertentu, tiba-tiba diajak bisnis tertentu, tahu-tahu dipanggil interview untuk pekerjaan tertentu yang lebih tinggi posisinya di kota lain, tak diduga dapat tawaran beasiswa ke luar negeri, dan berbagai macam tawaran yang tiba-tiba datang dan memang menggiurkan untuk diambil.

Kenapa datangnya kesempatan meraih rezeki dunia itu dihitung sebagai ujian? Karena semua itu dihadirkan justru dalam tenggang waktu dimana seseorang sedang ditempatkan di ‘ mihrab’nya masing-masing. Sebuah ruang sepi untuk ibadah. “ Hari Sabat” bagi setiap orang yang berupa ruang kefakiran dalam sebuah episode tertentu dalam hidupnya.

Perhatikan di dua ayat tersebut datangnya ‘ binatang buruan’  dan ‘ ikan yang banyak’ justru hadir pada saat si hamba seharusnya fokus beribadah kepada Allah, satu di saat umrah dan haji dan yang kedua di hari Sabat. Keduanya adalah hari saat hati kita seharusnya berpaling sepenuhnya dari dunia. Tapi yang menggoda memang sebagai ujiannya yang didatangkan justru berbagai fasilitas dunia yang justru sedang dibutuhkan oleh hawa nafsu dan syahwatnya pada saat itu.

Misalnya sedang Allah tempatkan mengurus orang tua yang sakit dan keadaan ekonomi pas-pasan, tiba-tiba dapat tawaran pekerjaan dengan gaji tinggi tapi dengan konsekuensi tidak bisa lagi mengurus orang tua yang tinggal sebatang kara. Sedang Allah amanahkan mengurus anak yang masih kecil-kecil, tiba-tiba mendapatkan tawaran karir menantang dengan posisi tinggi tapi harus sering melakukan perjalanan jauh dan meninggalkan keluarga. Sedang Allah uji dengan sakit, tiba-tiba diajak teman berobat ke ‘ orang pintar’ yang sakti menyembuhkan tapi harus memakai jimat ini-itu.

Kondisi setiap orang tentunya berbeda, kita tidak berhak, tidak pantas dan tidak akan pernah mampu menilai kehidupan orang lain. Karena kehidupan dirinya sendiri pun belum tentu dipahami apalagi kedalaman permasalahan kehidupan orang lain.

Yang penting, berhati-hatilah karena sesuatu yang Allah mudahkan belum tentu Dia perkenankan untuk diambil. Disini pentingnya taqwa, berhati-hati dalam mengambil keputusan. Takut kepada makar-Nya. Tidak terburu-buru melangkah dan mengedepankan menimbang aspek perasaan Allah dibanding keinginan dan ambisi diri sendiri.


No comments:

Post a Comment