Sejarah pernah mencatat keberadaan sebuah
bangsa dengan kekuatan fisik yang luar biasa hingga bisa menaklukkan benua
Asia, Timur Tengah dan sebagian Eropa bagian timur. Itulah Bangsa Mongol,
tentaranya dikenal memiliki kekuatan yang tak terkalahkan, mereka terlatih
untuk bisa berkuda ratusan kilometer sehari dengan tanpa istirahat. Dikisahkan
kalau ada seorang prajurit Mongol dikeroyok oleh tiga puluh orang, maka orang
Mongol itu tetap akan menang.
Namun, sejarah pula mencatat bahwa bangsa
penakluk besar itu pernah “ ditaklukkan” oleh tanah jajahannya. Yaitu dimulai
ketika Berkhe Khan, cucu dari Genghis Khan memeluk agama Islam. Hal itu diikuti
oleh prajurit Mongol lain sehingga hampir seluruhnya bersyahadat. Fenomena ini
dalam sejarah dicatat sebagai, “Penakluk yang ditaklukkan oleh tanah
jajahannya.”
Apa yang membuat Bangsa Mongol, bangsa yang
terkenal kuat dan keras itu menjadi luluh memeluk Islam? Terutama karena akhlak
para mukmin yang berada di tanah yang mereka rebut.
Demikianlah kekuatan akhlak. Kekuatan
transformasi Ilahiyah dalam diri bisa memancar dayanya hingga menerangi hati
orang lain untuk ber-Islam.
Dalam interaksi bermasyarakat atau berumah
tangga kita akan diuji oleh perilaku orang
lain yang tidak pantas atau bahkan menyakitkan. Bisa jadi datang dari
pasangan kita, anak kita, tetangga, keluarga, pimpinan di kantor atau rekan
dalam berbisnis. Inilah jihad yang sesungguhnya. Ketika hawa nafsu lebih
cenderung ingin membalas dendam dan menghantam balik, justru kita berjuang
untuk meredamnya dan mematikan bara dendam dengan terus berbuat baik. Ketika
bara amarah lebih cenderung untuk melampiaskan kemarahan dengan berteriak, memukul
meja atau balik berkata-kata tajam, kita berjuang untuk diam sambil istighfar.
Ketika hati bergejolak dengan ragam fitnah jahat yang disebarkan dan rasanya
ingin membalas dengan mengungkapkan keburukan orang tersebut, kita berjuang
untuk memilih membalas dengan elegan dan dengan akhlak yang mulia sambil
menutupi aibnya.
Buah dari akhlak yang baik pasti akan bisa
dipetik di dunia dan akhirat. Setidaknya bagi diri kita sendiri sudah terasa
manfaatnya. Sifat memaafkan, sabar dan tawakal itu lebih menyehatkan diri
dibanding marah, balas dendam dan menyimpan kekesalan. Sifat kepemurahan dan
welas asih itu justru yang paling efektif memancing rahmat Allah Ta’ ala.
Bersuluk adalah fokus menempa diri sendiri
hingga kita tidak dipusingkan oleh kelakukan orang lain di sekitar kita dan
dengan dzikir menjalani semua itu manis dan pahitnya hingga semua terasa
menjadi manis dalam jiwa kita. Karena apapun yang hadir adalah pemberian
langsung dari-Nya.
No comments:
Post a Comment