Ada kisah menyentuh hati dalam episode Ibrahim as yang diuji dibakar di tengah kobaran api yang panasnya biasanya dapat langsung melumat kulit dan daging seketika. Kita, umat yang hidup beribu tahun jarak dengan peristiwa ini kemudian mendapatkan pelajaran bahwa bahkan api pun pada dasarnya adalah makhluk Allah, dia tidak akan mampu membakar sesuatu jika tidak Allah ijinkan. Tapi tersebutlah dalam satu riwayat bahwa ada seekor semut yang berjuang ingin membantu Ibrahim as dengan jalan melemparkan sepercik air dari apa yang dapat dibawa oleh tubuh kecilnya. Ketika ia ditanya untuk apa repot-repot membawa setetes air yang pasti tidak akan dapat mengurangi jilatan api apalagi memadamkannya itu, sang semut bijak berkata "Setidaknya Tuhanku akan tahu di sisi mana aku berada."
Jelang perhelatan besar pemilihan presiden republik Indonesia kita tercinta. Kita yakin siapapun yang diamanahi menjadi nakhkoda bangsa ini ke depan sudah ditentukan jauh -jauh hari, bahkan sebelum semesta dicipta, ia sudah tertulis di lauh mahfuz. Lalu apa gunanya berikhtiar? Ya seperti semut tadi, setidaknya kita menunjukkan posisi kita utamanya di hadapan Tuhan. Karena kita pada akhirnya akan mempertanggungjawabkan setiap nafas yang diberikan di hadapan-Nya.
Karenanya memilih apapun, mau itu pilih jodoh, pilih rumah, pilih pekerjaan, pilih lurah atau pemimpin bangsa dalam berbagai skala: daerah atau pusat, etika yang lebih didahulukan adalah istikharah dengan baik. Matikan sejenak gejolak ambisi, preferensi, dan semua kebisingan dunia luar. Bertanyalah kepada Allah dari lubuk hati terdalam dalam hening malam dengan menghadirkan hati yang ihsan, membayangkan Dia betul-betul hadir di depan kita. Tanya terus hingga teguh hati kita. Panggil Dia, sungguh Allah Maha Mendengar dan menjawab semua doa. Lalu rasakan dan perhatikan bimbingan-Nya dari arah yang bisa jadi tak disangka.
Hasil akhir secara fenomena bukanlah ukuran kesuksesan doa, terkabul atau tidaknya sebuah doa sering disalahartikan oleh hati yang masih dibawah pengaruh hawa nafsu. Adapun Allah seperti janjinya selalu mengabulkan setiap doa, hanya saja bentuk pengabulannya yang kerap tak terjangkau oleh akal manusia. Sungguh Dia Maha Mengabulkan, karena sifatnya adalah selalu memberi yang terbaik. Tentu terbaik versi-Nya yang paling mutlak, bukan versi manusia yang terbatas daya jangkaunya. Jadi, siap untuk melempar 'air'?
Atau sebenarnya yg perlu didoakan adalah diri sendiri? Agar diberi anugrah ikhlas pada apapun yg terjadi? Krn toh skenario sdh ditulis, kita hanya harus ridho dg apapun putusanNya
ReplyDeleteAssalamuallaikum.. Izin Copas ya Ibu.
ReplyDelete