“Allah adalah cahaya petala langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan sebuah misykat yang di dalamnya terdapat mishbah (pelita terang). Pelita tersebut di dalam zujaajah (kaca)…”
Tiga kata kunci dalam ayat di atas : misykat, zujaajah dan mishbah adalah tentang manusia.
Misykat adalah lubang tidak tembus - zaman dulu saat penerangan hanya menggunakan lampu atau lilin, orang menoreh lubang di dinding agar dapat menyimpan lilin disana. Misykat adalah lambang dari raga - yang terdiri dari empat unsur : tanah, air, api dan udara, unsur yang sama yang membentuk tubuh manusia yang diciptakan dari bumi, alam mulk.
Zujaajah adalah bola kaca, bening seperti langit yang melambangkan jiwa manusia yang berasal dari alam malakut.
Mishbah adalah api, yang melambangkan ruh al quds, yang berasal dari alam jabarut.
Mari sejenak merenung dan berkaca ke dalam diri. Bagaimana diri kita sebenarnya bukan sekadar wajah yang ita lihat di cermin sehari-hari. Bukan sekadar raga yang kita rawat dengan baik. Bukan sekadar persona yang kita bentuk agar terlihat sukses di mata manusia. We have tob e able to see the big picture. Supaya tidak tertinggal dalam permainan kehidupan dunia, agar tidak terseret dalam ilusi sebab-akibat. Jangan sampai salah mengejar fatamorgana, obyek-obyek tertentu yang kita anggap mendatangkan kebahagiaan, tetapi sampai disana kita tersadar telah tertipu oleh optical illusion.
Ayat ini mengajak kita merenung bahwa kehidupan yang sebenarnya bukan sekadar hiruk pikuk dunia alam mulk yang kita persepsi per saat ini. Karena jika itu saja yang kita sasar maka bersiap-siap dibuat pontang-panting oleh kesibukan yang tak ada ujungnya, dibuat lelah oleh sebuah pencarian yang tak akan berakhir, a pursuit of what so called by happiness.
Seseorang tidak akan pernah bisa bahagia selama dia belum mengenal jiwanya, entitas diri yang sebenarnya. Itu yang diseru oleh ayat di atas bahwa ada elemen "zujaajah" dalam diri manusia. Sesuatu yang dilambangkan dengan bola kaca, yaitu perlambang qalb (hati) yang ada di dalam jiwa manusia. Hati ini yang bisa me-‘rasa’. Dia yang mengetuk sanubari saat sepertinya hidup dalam kelimpahan tapi ada yang kosong dan merasa hampa. Tidak sedikit orang yang merasa kesepian dalam kerumunan, tidak sedikit yang merasa miskin dalam kelimpahan dan ada beberapa yang bahkan memutuskan mengakhiri hidupnya ketik dunianya lebih dari cukup, karena manusia bukan hanya terdiri dari raga yang hanya cukup diberi makan dan dimanja oleh berbagai fasilitas kesenangan dunia. Manusia punya jiwa dan qalb yang ada di jiwa itu juga punya hak untuk dirawat. Seperti halnya kita memberi makan dan merawat raga kita, mestinya jiwa pun diberi makanan yang sesuai agar dia tumbuh dengan baik.
Tidak berhenti disana, QS An Nuur ayat 35 juga memperkenalkan khazanah alam jabarut yang diwakili oleh kata “mishbah” (pelita). Artinya setiap manusia tanpa kecuali memiliki potensi untuk meraih makrifatullah. Alam jabarut adalah alam yang terdekat dengan Arsy tempat Allah berada. Seseorang yang sudah menyala “mishbah” dalam diri menandakan dirinya sudah menjalin hubungan yang khusus dengan Allah sedemikian rupa hingga Allah berkenan mengamanahkan mengirim utusannya dari alam jabarut berupa ruh qudus yang berfungsi untuk menuntun si hamba dengan lebih akurat dalam kehidupan. Oleh karena itu ayat di atas ditutup dengan,
“…Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa-siapa yang Dia kehendaki …”
Wallahu’alam
No comments:
Post a Comment