Monday, January 7, 2019

Tubuhnya semakin lemah, daya hidup terasa memudar setiap saatnya. Sang ayah memandang dalam-dalam kedua anaknya yang masih kecil, satu anak laki-laki dan satu anak perempuan yang akan menjadi yatim piatu sepeninggalnya. Ia tidak memiliki keluarga dan orang-orang di sekitarnya terkenal kikir dan rakus akan harta. Maka memberikan harta warisan kepada kedua anak yang masih tidak berdaya pada saat itu hanya berarti mengundang kerusakan bahkan bukan tidak mungkin kematian bagi mereka. 

Jelang akhir hidupnya sang ayah memohon dalam-dalam kepada Allah yang ia yakini sebaik-baik penjaga dan sebaik-baik pelindung dari kedua anaknya itu. Imannya berkata bahwa cinta Allah kepada kedua anak itu bahkan jauh lebih besar dari cinta dirinya sendiri, ayah kandungnya kepada mereka. 

Saat perpisahan pun tiba, ajal menjemput sang ayah dan kedua anak itu tinggal sebatang kara dalam kekurangan. Hidup seadanya, padahal di bawah rumah yang mereka tinggali tersimpan harta warisan kedua orang tuanya. Hingga akhirnya Pada waktunya Allah mengirimkan kedua utusannya. Tak tanggung-tanggung, dua orang nabi besar yaitu Khidir as dan Musa as. Tugasnya hanya satu, yaitu menegakkan kembali dinding rumah sang anak yatim yang hampir roboh, tanpa meminta imbalan sedikit pun. Karena jika dinding itu roboh maka harta warisan anak yatim itu akan terkuak sementara usia mereka belum cukup matang untuk mengelolanya. 

Peristiwa itu direkam dalam Al Quran,
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala mereka sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka bertamu dan minta dijamu kepada penduduk negeri itu. Tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan di dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Nabi Khidir AS menegakkan dinding itu.”

Kemudian menjelaskan kepada Musa as “...Dan di bawah rumah itu, terpendam harta berupa emas dan perak. Kedua anak itu anak yang shaleh. Allah menghendaki agar kelak tumbuh jadi dewasa kemudian mereka bisa mengambil harta itu sebagai rahmat dari Allah". QS Al Kahfi: 77,82)

*****
Tak perlu khawatir dengan masa depan anak, mereka sepenuhnya dalam genggaman Allah Ta’ala. Berikhtiar itu wajib, tapi tak perlu ngoyo. Menyekolahkan anak sebaik-baiknya itu harus, tapi sekolah di luar negeri atau di sekolah mahal tak menjamin perkembangan jiwa anak bertumbuh baik- itu bekal masa depan yang sesungguhnya yang akan menyokong mereka jadi pribadi yang terbimbing oleh Allah dan kuat menghadapi zamannya.

Sang ayah dalam kisah diatas adalah seorang beriman yang kesholihannya menggerakkan Tuhan hingga mengirimkan dua hamba mulianya selevel nabi. Dan ini bukan hanya kisah masa lalu. Tuhan yang sama akan sangat mungkin menggerakkan semesta dan mengirimkan utusan-Nya bagi mereka yang menyandarkan diri dan bertawakal kepada-Nya.


Inilah kiranya tantangan kita. Mengoptimalkan ikhtiar tapi jangan membuat hati bersandar kepada segenap upaya kita, agar perasaan-Nya tetap terjaga...

No comments:

Post a Comment