Nabi Idris as tengah berbaring ketika perintah Allah untuk ke langit tiba. Perintah itu dibawa oleh dua malaikat yang berpenampilan sangat menakjubkan hingga membuat seluruh tubuh Idris as gemetar.
Lalu malaikat itu berkata “Idris, jangan takut, Allah Yang Maha Abadi telah mengutus kami kepadamu, dan hari ini engkau akan bersama kami menuju langit! Engkau akan mengatakan kepada anak-anak dan keluargamu apapun yang mereka perlu lakukan tanpa kehadiranmu dalam rumahmu di bumi ini, dan bahwa tidak ada seorangpun yang akan mencarimu hingga Allah mengembalikanmu kepada mereka.”
Tanpa ragu Idris kemudian mengumpulkan anak-anaknya. Berikut adalah kata-kata wasiat seorang ayah kepada anak-anaknya yang entah kapan bisa bertemu kembali dengan mereka,
“Anak-anakku, dengarkanlah aku, aku tidak tahu akan pergi kemana, atau apa yang akan terjadi kepadaku. Sekarang, anak-anakku, camkanlah pesanku: jangan berpaling dari Allah kepada kesia-siaan, (sesuatu) yang tidak menciptakan langit dan bumi, karena mereka akan musnah dan demikian pula mereka yang mengabdikan diri kepadanya! Semoga Allah mengamankan hatimu dalam takut kepada-Nya! Sekarang, anak-anakku, upayakan bahwa tidak ada seorang pun yang mencariku, hingga Allah mengembalikan aku kepadamu.”
- Kitab Nabi Idris 2 , Pasal 1-2
Dalam Al Quran memang disebutkan kewajiban orang tua untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah,
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan pembicaraan yang teguh (qaulan sadiida)” QS An Nisaa’[4]: 9
Namun makna ‘meninggalkan keturunan yang lemah’ sering disalah artikan dengan meninggalkan keturunan yang miskin. Ini kurang pas dengan kaidah agama. Karena kalau masalah kaya miskin itu sudah ada takaran rezeki masing-masing. Dan yang penting bukan kaya akan tetapi cukup dan hati yang bersyukur, karena tidak sedikit yang secara harta berkelimpahan tapi selalu merasa kurang dan tidak bersyukur. Makna generasi yang lemah adalah yang lemah imannya, hal itu tercermin dari kelanjutan kalimat setelahnya “Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan berbicara dengan qaulan sadiida”.
Sebaik-baik perjuangan orang tua agar keturunannya tidak lemah adalah pertama orang tuanya berupaya meraih nur iman, yang merupakan iman hakiki dan kemudian beramal shalih sesuai dengan tuntunan Allah melalui iman itu. Kombinasi iman dan amal shalih itulah taqwa.
Warisan taqwa ini pula yang dikatakan oleh khalifah Umar bin Abdul Azis ketika ditanya pada saat sebelum wafatnya apa yang ditinggalkan untuk anak-anaknya. Beliau menjawab, “Saya meninggalkan untuk mereka ketaqwaan kepada Allah, Jika mereka adalah orang-orang yang shalih, maka sesungguhnya Allah adalah wali (pelindung) bagi orang-orang yang shalih. Jika mereka bukan orang yang shalih, maka tidak akan saya tinggalkan sedikit pun yang membantu mereka bermaksiat kepada Allah.”
Demikian pun wasiat Nabi Idris kepada anak-anaknya menjelang hari beliau diangkat ke langit, yaitu agar tidak berpaling wajah hati selain kepada Allah Ta’ala. Karena selain Allah hanya berujung kepada kesia-siaan, padahal setiap manusia pasti menginginkan kekekalan.[]
No comments:
Post a Comment