Tuesday, July 2, 2019

Allah ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah dengan mengikhlaskan agama (ad diin) untukNya.” (QS. Al Bayyinah: 5)

Apa artinya?

Yaitu hidup hanya menyandarkan hati kepada Allah saja. Ikhtiar itu wajib, tapi hati jangan terikat kepada ikhtiar atau hasil dari ikhtiar itu.

Jika kita masih menyandarkan diri kepada kepintaran kita, tabungan kita, ijazah kita, koneksi atau kenalan kita, teman-teman atau saudara yang kaya, pekerjaan kita, semua hal yang kita siapkan dengan matang, ataupun bersandar kepada ustadz itu artinya bukan bersandar kepada Allah
Ta’ ala.

Misal seseorang merasa aman merasa punya uang satu milyar di tabungan, punya asset disana-sini, punya keluarga yang berada yang bisa diminta pertolongan, punya karir cemerlang, punya pekerjaan yang membanggakan dengan gaji fantastis lalu merasa masa depan diri dan keluarga terjamin. Itu sudah syirik, karena hati lebih bergantung kepada tabungan itu dibanding kepada rezeki di tangan Allah.
Orang tua yang merasa aman karena sudah menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik, lalu merasa aman akan pendidikan bagi anaknya seraya lupa mentawakalkan anak kepada Allah. Itu sudah syirik, karena merasa kekuatan orang lain dalam mendidik lebih kuat dibandingkan dengan didikan dari Allah Ta’ala.

Atau sebaliknya, seseorang merasa ketakutan tidak bisa menyekolahkan anaknya atau tidak bisa menafkahi orang tuanya. Itu juga syirik karena ia lebih mengandalkan apa yang ada dalam hitungannya juga lebih takut kepada yang belum ada dibanding dengan lebih yakin terhadap pertolongan Allah.
Mestinya, punya uang satu milyar pun di tabungan harus takut nanti malam bisa makan atau tidak. Karena kalau Allah bikin sakit keras atau bahkan nyawanya dicabut, tidak ada artinya semua itu.

Mestinya lebih tawakal kepada Allah dalam hal pendidikan dan masa depan anak kita dibandingkan sekolah terkenal yang itu, guru yang itu, kursus yang itu dll. Karena mudah bagi Allah melepaskan penjagaan hingga menggelincirkan sang buah hati dalam hitungan sekejap.

Mestinya lebih takut jauh dari ridho Allah dan lebih percaya kepada pengaturan-Nya dibandingkan takut tidak bisa makan, takut tidak bisa menyekolahkan anak, takut tidak dapat jodoh dsb.

Itulah pancaran-pancaran nilai keikhlasan, suatu hal yang merupakan inti dari semua peribadatan. Oleh karenanya dalam percakapannya kepada Nabi Isa as, Iblis berkata bahwa ia dan pasukannya tidak mencegah manusia dari beribadah, akan tetapi mereka berstrategi merusak keikhlasan hati dalam melakukan ibadah itu. Karena Iblis dan bala tentaranya senang ketika manusia bekerja keras melakukan ibadah tetapi tidak mendapatkan balasan atau kebaikan dari semua ibadah yang dilakukan dengan hati yang tidak ikhlas.[]


No comments:

Post a Comment