Friday, July 26, 2019

 Menyeru kepada Allah adalah kewajiban setiap orang.
Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
Tugas menyeru ini bukan hanya kewajiban para da’i yang menyeru orang dari mimbar atau di forum-forum pengajian. Setiap orang terkena kewajiban ini, sebagai tanda syukur terhadap segenap pemberian-Nya.
Kegiatan menyeru ini juga bukan selalu harus berbicara dari  rumah ke rumah. Bagi seorang Siti Maryam ra misalnya, tugas penyeruan beliau adalah dengan menjadi seorang ibu. Oleh karenanya derajat sebuah penyeruan sama sekali tidak diukur dari berapa banyak orang yang diseru, itu hanya masalah tugas yang  harus dipikul yang disesuaikan dengan kapasitas jiwa dan kondisi lingkungan masing-masing.
Langkah pertama sebelum menyeru adalah harus ridho dengan apa yang Allah sampaikan ke kehidupan kita masing-masing. Identifikasi apa kewajiban kita dan hal yang dapat kita lakukan dengan baik sesuai dengan potensi diri. Lalu berjalanlah dengan semua bekal yang Allah telah berikan.
Seorang istri yang berjuang untuk senantiasa bermanis muka, seorang suami yang tidak mengeluh di antara perjuangan mencari nafkah, seorang anak yang rajin belajar dan mematuhi orang tua, pekerja kantor yang masuk tepat waktu dan mengerahkan 110% kemampuannya di hari itu, pedagang yang jujur dan mempermudah transaksi, tetangga yang kerap berbagi kepada sekitarnya. Semua itu pun merupakan sebuah bentuk seruan. Bahkan dakwah bil hal (menyeru melalui perbuatan) kerap kali lebih efektif membuat orang tertarik kembali mengenal Allah.
Dengan demikian pada hakikatnya setiap orang adalah seorang penyeru dari bidangnya masing-masing. Jika kita berjuang menjadi orang baik, tidak menyakiti orang lain, berprestasi di pekerjaan atau sekolah, memiliki etos kerja yang baik, jujur, berwajah cerah serta memancarkan sifat-sifat baik lainnya, maka orang akan menjadi tercahayai oleh semua pesona itu dan tertarik meraup cahaya itu langsung dari sumbernya, yaitu Allah Ta’ ala.
Demikian tinggi penghargaan Rasulullah kepada orang yang telah menjadi jalan agar orang lain mendapatkan hidayah, beliau bersabda, kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt memberikan hidayah kepada seseorang dengan (da’wah)mu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah.” (HR. Bukhari, Muslim & Ahmad).
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa: “Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”
Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da’i menyampaikan hidayah kepada seseorang adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah SWT, lebih besar dan lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
Jadi jangan dibalik, jangan kerja keras siang malam untuk mengejar ingin memiliki sebuah kendaraan mewah atau - hal yang lain yang dianggap mewah dan diidamkan - yang itu dengan menelantarkan hak istri atau suami dan anak-anak serta keluarga. Bahkan tak jarang dalam prosesnya sampai menghalalkan berbagai cara dan melabrak pagar-pagar kehidupan untuk sekadar meraih sesuatu yang kita idamkan itu.
Inilah panduan agama, agar kita tidak tertipu oleh kemilau dunia dan meraup apa-apa yang memang telah ditetapkan berada dalam jangkauan dengan cara-cara yang tidak terpuji dan tidak membawa kemaslahatan dunia dan akhirat.
Pada akhirnya, kewajiban menjadi seorang penyeru adalah sebuah pemicu agar setiap orang menemukan jalan keselamatan dan kebahagiaannya masing-masing karena tidak mungkin kita menyeru sesuatu kepada orang tentang sesuatu apapun yang belum kita miliki.


No comments:

Post a Comment