Menyeru
kepada Allah adalah kewajiban setiap orang.
Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu
ayat” (HR. Bukhari)
Tugas menyeru ini bukan hanya kewajiban para
da’i yang menyeru orang dari mimbar atau di forum-forum pengajian. Setiap orang
terkena kewajiban ini, sebagai tanda syukur terhadap segenap pemberian-Nya.
Kegiatan menyeru ini juga bukan selalu harus berbicara
dari rumah ke rumah. Bagi seorang Siti
Maryam ra misalnya, tugas penyeruan beliau adalah dengan menjadi seorang ibu. Oleh
karenanya derajat sebuah penyeruan sama sekali tidak diukur dari berapa banyak
orang yang diseru, itu hanya masalah tugas yang harus dipikul yang disesuaikan dengan
kapasitas jiwa dan kondisi lingkungan masing-masing.
Langkah pertama sebelum menyeru adalah harus
ridho dengan apa yang Allah sampaikan ke kehidupan kita masing-masing.
Identifikasi apa kewajiban kita dan hal yang dapat kita lakukan dengan baik
sesuai dengan potensi diri. Lalu berjalanlah dengan semua bekal yang Allah
telah berikan.
Seorang istri yang berjuang untuk senantiasa
bermanis muka, seorang suami yang tidak mengeluh di antara perjuangan mencari
nafkah, seorang anak yang rajin belajar dan mematuhi orang tua, pekerja kantor
yang masuk tepat waktu dan mengerahkan 110% kemampuannya di hari itu, pedagang
yang jujur dan mempermudah transaksi, tetangga yang kerap berbagi kepada
sekitarnya. Semua itu pun merupakan sebuah bentuk seruan. Bahkan dakwah bil hal
(menyeru melalui perbuatan) kerap kali lebih efektif membuat orang tertarik
kembali mengenal Allah.
Dengan demikian pada hakikatnya setiap orang
adalah seorang penyeru dari bidangnya masing-masing. Jika kita berjuang menjadi
orang baik, tidak menyakiti orang lain, berprestasi di pekerjaan atau sekolah,
memiliki etos kerja yang baik, jujur, berwajah cerah serta memancarkan
sifat-sifat baik lainnya, maka orang akan menjadi tercahayai oleh semua pesona
itu dan tertarik meraup cahaya itu langsung dari sumbernya, yaitu Allah Ta’
ala.
Demikian tinggi penghargaan Rasulullah kepada
orang yang telah menjadi jalan agar orang lain mendapatkan hidayah, beliau
bersabda, kepada Ali bin Abi Thalib:
“Demi Allah, sesungguhnya Allah swt memberikan hidayah kepada seseorang dengan
(da’wah)mu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah.” (HR. Bukhari, Muslim
& Ahmad).
Ibnu
Hajar Al-‘Asqalani ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa: “Unta merah
adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”
Hadits
ini menunjukkan bahwa usaha seorang da’i menyampaikan hidayah kepada seseorang
adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah SWT, lebih besar dan
lebih baik dari kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.
Jadi
jangan dibalik, jangan kerja keras siang malam untuk mengejar ingin memiliki
sebuah kendaraan mewah atau - hal yang lain yang dianggap mewah dan diidamkan -
yang itu dengan menelantarkan hak istri atau suami dan anak-anak serta
keluarga. Bahkan tak jarang dalam prosesnya sampai menghalalkan berbagai cara
dan melabrak pagar-pagar kehidupan untuk sekadar meraih sesuatu yang kita
idamkan itu.
Inilah
panduan agama, agar kita tidak tertipu oleh kemilau dunia dan meraup apa-apa
yang memang telah ditetapkan berada dalam jangkauan dengan cara-cara yang tidak
terpuji dan tidak membawa kemaslahatan dunia dan akhirat.
Pada
akhirnya, kewajiban menjadi seorang penyeru adalah sebuah pemicu agar setiap
orang menemukan jalan keselamatan dan kebahagiaannya masing-masing karena tidak
mungkin kita menyeru sesuatu kepada orang tentang sesuatu apapun yang belum
kita miliki.
No comments:
Post a Comment