Sunday, July 14, 2019


Benar memang takdir hidup sudah Allah tuliskan, bahwa tinta penciptaan sudah kering.

Rasulullah saw bersabda, “ Telah ditulis lembaran-lembaran dan tinta ciptaan telah kering.” (HR. Muslim).

Akan tetapi jalur mana yang hendak kita tempuh adalah pilihan masing-masing, adapun kita hanya bisa memilih satu dari sekian banyak pilihan jalur kehidupan yang telah Allah rancang sejak zaman azali.  Dari sekian banyak pilihan itu ada satu jalur kehidupan yang Allah ridhoi, itulah Shiraathal Mustaqiim. Sesuatu yang kita mohon kepada Allah untuk ditunjukkan ke sana, setidaknya dalam bacaan Al Fatihah yang dipanjatkan shalat wajib kita sebanyak 17 kali setiap hari. “Ihdinashiraathal mustaqiim”.

Lalu bagaimana kita mengetahui bahwa doa kita telah dikabulkan? Bahwa kita tengah berpijak di atas shiraathal mustaqiim masing-masing? Bahwa kita telah mengambil pilihan yang telah Allah ridhoi?

Untuk itulah Allah membantu kita dengan mekanisme shalat lima waktu, sebagai perangkat standar untuk melakukan kalibrasi, evaluasi ulang perjalanan hidup kita, apa yang kita cari dan apa yang menjadi orientasi hidup sebenarnya. Itupun jika shalat kita dilakukan dengan kesadaran ingin diatur oleh Allah Ta’a la dengan berserah diri kepada-Nya. Maka mekanisme pengaturan-Nya kontan akan berjalan.

Kenyataannya sedikit manusia yang hidupnya ingin diatur oleh Allah. Kebanyakan mengalirkan hidup dan nafasnya pada keinginan dirinya demi mengejar sebuah tahta yang bernama kenyamanan. Kalau itu yang ia pilih maka rencana Allah untuk mengalirkan orang itu ke dalam takdir diri terbaiknya dunia dan akhirat menjadi tidak terpenuhi. Dan dia akan berakhir menjadi orang yang merugi. Naudzubillah.

Bagaimana kemudian agar hidup kita diatur oleh Allah?

Biasakan dimulai dengan niat dan akad yang baik kepada-Nya. Dimulai dengan hal yang sehari-hari kita temui. Saat membuka mata di pagi hari, panjatkan doa dalam shalat fajar agar Allah mengilhamkan ide dan rencana yang Ia ridhoi. Saat memilih hendak menempuh jalur mana ke pekerjaan, sertakan Allah disana, mintalah pendapat-Nya. Saat memutuskan akan makan siang apa, tanya kepada Allah mana yang paling thayyib. Dan seterusnya, jika Allah biasa kita libatkan dalam pilihan keseharian, Dia akan hadir memberikan panduan-Nya dengan berbagai cara. Tinggal rasakan dan biasakan. Lama kelamaan itu akan menjadi karakter. Kita dan Dia menjadi tidak terpisahkan. Lisan kita akan menjadi kelu untuk berbicara atau memutuskan jika kehadiran-Nya tidak kita rasakan.

Allah itu dekat. Buktikan bahwa ia lebih dekat dari semua pikiran kita, kesenangan kita, rancangan masa depan kita, dan semua keinginan kita yang tak ada habis-habisnya itu. Jangan abaikan kehadiran-Nya dengan hanya memandang Dia dalam shalat yang kering dan singkat itu. Jangan batasi keberadaan-Nya hanya dalam lingkup ruang sajadah atau ruang shalat yang kita hanya sambangi beberapa menit dalam sehari itu.

Bagaimanapun kita berada dalam ruang kehidupan milik-Nya, dalam kendaraan hidup yang Dia ciptakan, di dalam sebuah mekanisme universal yang Dia aturkan. Sadarilah kita tengah menjadi tamu. Dan tamu yang sopan adalah ia yang tahu diri akan posisi dirinya. Saat kita meronta dalam hidup dan menolak ketetapan-Nya, Dia bisa tegas berfirman:

Siapa saja yang tidak rela menerima ketetapan-Ku (takdir-Ku) dan tidak sabar menghadapi ujian-ujian-Ku kepada dirinya, silakan dia mencari Tuhan selain Aku.

[HR. Ath-Thabrani dan Ibnu ‘Asakir]

No comments:

Post a Comment