Benar memang takdir hidup sudah
Allah tuliskan, bahwa tinta penciptaan sudah kering.
Rasulullah saw bersabda, “ Telah
ditulis lembaran-lembaran dan tinta ciptaan telah kering.” (HR. Muslim).
Akan tetapi jalur mana yang
hendak kita tempuh adalah pilihan masing-masing, adapun kita hanya bisa memilih
satu dari sekian banyak pilihan jalur kehidupan yang telah Allah rancang sejak
zaman azali. Dari sekian banyak pilihan
itu ada satu jalur kehidupan yang Allah ridhoi, itulah Shiraathal Mustaqiim.
Sesuatu yang kita mohon kepada Allah untuk ditunjukkan ke sana, setidaknya
dalam bacaan Al Fatihah yang dipanjatkan shalat wajib kita sebanyak 17 kali
setiap hari. “Ihdinashiraathal mustaqiim”.
Lalu bagaimana kita mengetahui
bahwa doa kita telah dikabulkan? Bahwa kita tengah berpijak di atas shiraathal mustaqiim
masing-masing? Bahwa kita telah mengambil pilihan yang telah Allah ridhoi?
Untuk itulah Allah membantu kita
dengan mekanisme shalat lima waktu, sebagai perangkat standar untuk melakukan
kalibrasi, evaluasi ulang perjalanan hidup kita, apa yang kita cari dan apa
yang menjadi orientasi hidup sebenarnya. Itupun jika shalat kita dilakukan
dengan kesadaran ingin diatur oleh Allah Ta’a la dengan berserah diri
kepada-Nya. Maka mekanisme pengaturan-Nya kontan akan berjalan.
Kenyataannya sedikit manusia yang
hidupnya ingin diatur oleh Allah. Kebanyakan mengalirkan hidup dan nafasnya
pada keinginan dirinya demi mengejar sebuah tahta yang bernama kenyamanan.
Kalau itu yang ia pilih maka rencana Allah untuk mengalirkan orang itu ke dalam
takdir diri terbaiknya dunia dan akhirat menjadi tidak terpenuhi. Dan dia akan
berakhir menjadi orang yang merugi. Naudzubillah.
Bagaimana kemudian agar hidup
kita diatur oleh Allah?
Biasakan dimulai dengan niat dan
akad yang baik kepada-Nya. Dimulai dengan hal yang sehari-hari kita temui. Saat
membuka mata di pagi hari, panjatkan doa dalam shalat fajar agar Allah
mengilhamkan ide dan rencana yang Ia ridhoi. Saat memilih hendak menempuh jalur
mana ke pekerjaan, sertakan Allah disana, mintalah pendapat-Nya. Saat
memutuskan akan makan siang apa, tanya kepada Allah mana yang paling thayyib.
Dan seterusnya, jika Allah biasa kita libatkan dalam pilihan keseharian, Dia
akan hadir memberikan panduan-Nya dengan berbagai cara. Tinggal rasakan dan
biasakan. Lama kelamaan itu akan menjadi karakter. Kita dan Dia menjadi tidak
terpisahkan. Lisan kita akan menjadi kelu untuk berbicara atau memutuskan jika
kehadiran-Nya tidak kita rasakan.
Allah itu dekat. Buktikan bahwa
ia lebih dekat dari semua pikiran kita, kesenangan kita, rancangan masa depan
kita, dan semua keinginan kita yang tak ada habis-habisnya itu. Jangan abaikan
kehadiran-Nya dengan hanya memandang Dia dalam shalat yang kering dan singkat
itu. Jangan batasi keberadaan-Nya hanya dalam lingkup ruang sajadah atau ruang
shalat yang kita hanya sambangi beberapa menit dalam sehari itu.
Bagaimanapun kita berada dalam
ruang kehidupan milik-Nya, dalam kendaraan hidup yang Dia ciptakan, di dalam
sebuah mekanisme universal yang Dia aturkan. Sadarilah kita tengah menjadi
tamu. Dan tamu yang sopan adalah ia yang tahu diri akan posisi dirinya. Saat
kita meronta dalam hidup dan menolak ketetapan-Nya, Dia bisa tegas berfirman:
Siapa saja yang tidak rela
menerima ketetapan-Ku (takdir-Ku) dan tidak sabar menghadapi ujian-ujian-Ku
kepada dirinya, silakan dia mencari Tuhan selain Aku.
[HR.
Ath-Thabrani dan Ibnu ‘Asakir]
No comments:
Post a Comment