Tuesday, July 16, 2019


Seandainya rumah tangga kedua orang tua saya baik-baik saja dan seandainya mereka tetap harmoni dalam kelapangan hidup, barangkali saya tidak akan tergerak mencari Tuhan di usia 13 tahun.

Alhamdulillah Allah berkenan menarik hati saya melalui hantaman badai rumah tangga orang tua yang diikuti oleh krisis ekonomi dalam keluarga kami sebagai dampak dari sebuah perpisahan.

Pada awalnya saya merasa bumi yang saya pijak amblas ke dalam tanah, seperti ditempa gempa bumi, saya tidak bisa berdiri tegak. Limbung. Bingung. Sedih. Juga bercampur marah dan kecewa. Alhamdulillah Allah menjaga saya dari pergaulan yang buruk, narkoba dsb. Saya pun menenggelamkan kebingungan saya dan mencoba menghilangkan rasa sakit yang ada dengan menyibukkan diri dalam sekian banyak aktivitas: bimbingan belajar, les Bahasa Inggris, tenis, renang dan setiap akhir pekan nonton di bioskop bersama teman-teman. Pokoknya bagaimana caranya setiap hari pergi pagi dan pulang malam dalam keadaan lelah hingga tidak merasakan keadaan yang tidak harmonis di rumah, a very place you called home. Yang seharusnya menjadi “ rumahku surgaku”.

Setelah sekian lama hidup, saya melihat penggal waktu yang dulu terasa menyakitkan ini adalah sebuah rahmat (pertolongan) Allah Ta’ ala. Karena kalau tidak saya sudah tak tahu berakhir dimana, dengan segala keliaran pikiran dan cita-cita dan semua potensi yang membuncah. Saya pasti akan dibuat lupa kepada-Nya, lupa mengerjakan amanah-Nya dan lalai bersiap untuk kehidupan lain yang pasti menjelang.

Gejolak dalam keluarga itu membuat saya berpikir ulang mengenai makna kehidupan. What is life all about? Apa yang kita cari dalam hidup? Apa yang harus aku lakukan? Siapa aku?

Allah Maha Tahu semua pertanyaan itu membuat saya terjaga di malam hari selama bertahun-tahun. Trying to figure out everything. Mencoba memahami posisi saya di dalam konstelasi besar kehidupan.

Sekarang, Alhamdulillah saya bisa mulai memetik manisnya buah pendidikan Ilahiyah itu hingga menyadari bahwa Dia tidak berbuat kesalahan setitikpun dalam menetapkan sebuah takdir. Tentang orang tua saya yang sempat dibuat berseteru, tentang kekecawaan saya setiap kali melihat ketidakharmonisan mereka, tentang kesedihan saya setiap melihat almarhum ayah harus tinggal di tempat yang berbeda. Semua menjadi indah pada saatnya. Di balik setiap kepahitan kehidupan, Dia hanya berniat memberikan yang lebih baik dari itu semua.Sedemikian rupa hingga jika saya diberi pilihan untuk mendesain ulang kehidupan masa lalu saya, saya tidak akan mengubah satu helai benang takdirpun yang telah Dia untai. Karena Allah adalah Penjalin Kehidupan yang terbaik.

Kenapa saya mau berbagi hal yang sangat pribadi ini?

Karena saya tahu setiap sahabat memiliki arena perjuangannya masing-masing yang kadang kita dibuat terpukul, lelah, sedih,  dan tak berdaya. Tapi percayalah itu justru saat “hari Tuhan” datang. Karena Dia sungguh ada bersama mereka yang remuk hatinya.

“Hari Tuhan”  adalah saat dimana Dia berkenan memperkenalkan Dirinya. Ketika semua pegangan horizontal dan duniawi tak bisa diandalkan, ketika semua ikhtiar tampaknya tak membuahkan hasil, tatkala kita nyaris tak bisa melihat secercah cahaya di dalam kegelapan. Di saat genting itu justru Dia pasti datang, agar kita menjadi mengenal-Nya, Sang Tuhan yang sejati. Bukan tuhan-tuhan palsu yang senantiasa kita andalkan dengan semua perhitungan dan daya upaya kita.

Maka berbesar hatilah walaupun hati terasa remuk. Dia Yang Kuasa membangunkan manusia dari maut tentu mudah untuk merekatkan pecahan-pecahan hati yang berkeping-keping menjadi utuh kembali. Dengan satu syarat, we have to give God all the pieces…


No comments:

Post a Comment