Sewaktu di Indonesia, kemana-mana alhamdulillah ada yang nyupirin mobil. Saya sudah tak bisa lagi mengemudi di medan jalanan kota-kota besar.
Pak supir akan menuruti setiap agenda saya. Pernah satu hari sampai 5 tempat dikunjungi, Bandung, Bintaro, Cinere, Cikini dan Serpong.
Enaknya punya supir yang tahu kebutuhan penumpangnya. Saya bisa melepas lelah di dalam mobil karena dia tidak ugal-ugalan dan aman nyetirnya, bahkan sampai tahu jalan-jalan pintas untuk menghindari kemacetan panjang.
Raga itu mestinya begitu, nurut dengan jiwa.
Karena sesungguhnya yang punya agenda kehidupan itu sang jiwa. Raga adalah pembantu jiwa, mengantarkan dia dari satu episode kehidupan ke kehidupan yang lain. Dari satu takdir ke takdir yang lain.
Kalau jiwa bilang kanan, raga harus ikut ke kanan.
Kalau jiwa bilang ke Cikini jangan malah bablas ke Tangerang. Kacau semua nanti agendanya. Si jiwa akan merana.
Masalahnya memang tidak mudah mengidentifikasi apa kebutuhan jiwa.
Mata dan telinga hati serta akal dalam kita harus teraktivasi.
Bagaimana caranya?
Ikuti syariat Rasulullah saw. Ibadah yang baik.
Sabar yang baik. Syukur yang baik.
Tawakal yang baik. Ikhlaskan.
Itu jalannya.
Agar hidup menjadi lebih terarah, karena raga dan hidup kita diarahkan oleh jiwa.
Jangan sampai kita merasa sudah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta ke Surabaya. Padahal mobilnya cuma muter-muter si sekitar Monas...
No comments:
Post a Comment