PEREMPUAN SEBAGAI PILAR
Perempuan adalah pilar negara
Sudah lama saya mengetahui hal itu dan biasanya mengangguk-angguk saja. Berasa sudah mengerti.
Oke, pilar. Something important. Karena kalau pilarnya rubuh maka runtuh juga bangunan itu.
Tapi ternyata butuh waktu berdekade lamanya. Setelah melalui masa penuh kejutan, jatuh-bangun, mengarungi roller-coaster kehidupan. Baru rasanya ungkapan tersebut memiliki makna lebih dalam.
Ada dimensi baru yang saya pelajari di balik makna kata "pilar". Sesuatu yang sekian lama saya berjuang mengunyahnya. Menerima kodrat diri sebagai perempuan, sebagai seorang istri, menjadi seorang ibu. It's a whole different ball game!
Pilar itu memang harus kokoh. Dalam ilmu teknik sipil ia adalah sebuah vertical supporting structure.
Pertama orientasinya memang harus vertikal, kalau pilarnya rebahan horizontal ya bukan pilar namanya. Ia jadi tidak berfungsi menyangga sebuah konstruksi bangunan.
Pilar itu sesuatu yang menyambungkan bumi dan langit. Oleh karenanya ia harus berdiri tegak, tidak miring.
Seorang perempuan yang menjadi pilar akan diberi kemampuan dan pemahaman menyatukan seluruh aktivitas kesehariannya yang terlihat itu-itu saja dengan kekuatan langit yang ilmunya tak terkira. Karenanya seorang pilar tak akan merasa bosan, mengeluh apalagi menolak perannya.
Ia akan tegak berdiri menjalankan perannya sebagai “supporting structure”, yang dengan itu atap,, dinding, jendela, dan seluruh elemen bangunan bisa menjalankan juga fungsinya, karena konstruksi bangunannya kuat.
But then, here is the catch. Pilar itu secara natur bersifat tersembunyi. Kalaupun ada pilar-pilar yang secara desain dibuat menonjol, itu biasanya sebagai tiang-tiang tambahan saja. Adapun tiang-tiang utama akan nge-blend, menyatu dengan konstruksi utama. Ia menjadi hal yang seolah tak kentara tapi perannya demikian esensial.
Begitulah peran perempuan. Sebagai pilar yang menunjang sebuah konstruksi besar yang ada di sekitarnya. Ia bisa berupa suami, anak, ibu, ayah, adik, kakak, pekerjaan dll. Tapi sebagaimana pilar yang cenderung bersifat tersembunyi, peran kita pun biasanya tak banyak dilirik orang. And we have to be okay with that. Ikhlaskan.
Tidak ada orang mencari rumah melihat model pilarnya. Biasanya yang lebih dilihat adalah desain dinding, atap, jendela, pintu, landscape, atau hal-hal lain yang bersifat aksesoris. Pilar? Bahkan tidak masuk dalam daftar spesifikasi rumah kalau kita lihat di brosur iklan rumah.
Seperti halnya orang tak melihat peran perempuan dalam rumah tangga. It’s okay sepi ing pamrih rame ing gawe. Belajar ikhlas. Tak perlu thumbs up, tepuk tangan, imbal jasa dari semua pekerjaan kaum pilar, para perempuan. Transaksinya langsung sama Gusti Allah.
Sejarah diwarnai oleh tokoh-tokoh sentral yang mengubah peradaban. Nabi-nabi besar seperti Musa as ditunjang oleh tiga perempuan yang berfungsi sebagai pilar, yaitu Yokhebed sang ibu, Miriam sang kakak dan Asiyah – istri Fir’aun yang berperan menyelamatkan bayi Musa saat ia ditemukan di aliran sungai yang masuk ke istana raja.
Seorang Isa Almasih as bisa terlahir ke bumi ini berkat keberserahdirian ibunya, Siti Maryam ra, sang perempuan suci yang mulia.
Dan lihatlah bagaimana Rasulullah saw memuji Siti Khadijah sedemikian rupa, hingga kira-kira menyatakan bahwa dirinya tidak akan bisa menjadi rasul tanpa keberadaan seorang Khadijah.
Perempuan-perempuan itu telah berfungsi dengan baik sebagai pilar-pilar pada zamannya. Mereka tak perlu eksis atau dikenal luas. Bahkan ada yang terfitnah sekian lama seperti Siti Maryam ra, tapi Allah kemudian membuat sebuah pembelaan yang jelas dan mengabadikan namanya menjadi salah satu nama surat dalam Al Quran (surat Maryam, surat ke-19). Dan lihatlah bagaimana hasil dari sebuah keikhlasan bekerja mewarnai dunia hingga hari ini. Kita jadi mengenal seorang Musa as dengan sekian keajaibannya. Menjadi mengenal Isa as dengan segenap mukjizatnya. Menjadi terbimbing dengan kehadiran Muhammad saw dengan akhlakul karimah.
Terbayang, para perempuan mulia itu sekarang tersenyum bahagia di alam barzakh sana, menyaksikan buah perjuangannya tumbuh sedemikian rupa dan mengalirkan kebaikan bagi mereka di alam penantian hingga akhirat nanti.
Jadi para perempuan. Kokohlah. Berdiri tegak sebagai pilar di buminya masing-masing dengan memangku setiap urusan dengan takzim. Jangan berkecil hati dengan keadaan yang ada. Apa-apa yang terbaik biasanya dituai justru di akhirnya nanti.[]
No comments:
Post a Comment