Monday, June 9, 2025

 Perbudakan Zaman Ini


Ternyata isu perbudakan masih merupakan hal yang relevan di saat ini.

Memang fenomenanya bukan berwujud orang yang dirantai dengan belenggu besi dan dipaksa mengerjakan hal yang diinginkan oleh yang memperbudak. Belenggu perbudakan zaman sekarang lebih canggih, ia tak nampak tapi mengikat dengan sangat kuat. Kasat mata, sehingga yang diperbudak pun tidak sadar bahwa dirinya tengah diperbudak.

Belenggu-belenggu itu bisa berupa keinginan-keinginan yang melampaui kapasitas dirinya. Sedemikian rupa sehingga ia memaksakan diri menjadi seperti apa yang dia inginkan, walaupun harus menjalani kehidupan dengan berjinjit atau memakai topeng agar dianggap hebat oleh manusia.

Belenggu itu bisa berupa harapan-harapan yang tak pada tempatnya dari keluarga atau orang sekitarnya yang dia pandang begitu penting pendapatnya. Sedemikian rupa hingga mempengaruhi keputusannya dalam mencari jodoh, memilih jurusan kuliah, atau menetapkan pekerjaan tertentu.

Belenggu itu bisa berupa kejadian-kejadian di masa lalu yang suram yang belum tuntas diproses dengan tuntunan Allah. Sedemikian rupa hingga mewarnai karakter dirinya.

Manusia ternyata banyak yang tidak merdeka. Diperbudak oleh sekian rantai persoalan. Lupa bahwa mereka punya Tuhan. Lalai merenungi bahwa setiap hal yang menimpa dirinya betul-betul hanya dari Allah Ta'ala. Dzat yang tidak pernah menzalimi ciptaan-Nya bahkan sebutir atom pun.

Siang malam manusia hanya bertarung dan disibukkan dengan fenomena lahiriyah dan menghabiskan energi, kapasitas dan sisa usianya untuk membangun istana pasir di tepi pantai. Hanya menunggu waktu ia hilang dihempas oleh ombak kematian.

Manusia menjadi terbelenggu di dunia. Lupa atas kapasitas dirinya yang berpotensi sebagai insan kamil, manusia sempurna yang memiliki raga, jiwa dan ruh. Yang dengannya ia mestinya bisa menjadi orang yang merdeka. Terbang tinggi ke alam keabadian melalui apapun anak tangga di bumi dimana dia ditempatkan.

"Engkau punya sepasang sayap (jiwa) untuk terbang, mengapa memilih untuk merangkak?" - Jalaluddin Rumi

Amsterdam, Senin 9 Juni 2025, libur hari kedua paskah di musim semi yang cerah

Wednesday, June 4, 2025

Perenungan di hari pengenalan

 Hari ‘arafah adalah hari pengenalan. Mestinya kita makin mengenal Allah, Sang Rabb melalui diri kita sendiri. Melalui takdir kita masing-masing. Pada apa-apa yang telah Dia kadarkan. Makanya dzikirnya penuh dengan pengesaan kepada-Nya. Tiada Ilah selain-Nya. Mestinya yang mengatur kehidupan, yang mengatur mood, yang mengatur segala keputusan hidup adalah Dia karena “milik-Nya segala kerajaan dan segenap pujian”.


Di hari ‘arafah ini, ambil waktu untuk merenung dalam-dalam. Untuk berdua saja dengan Allah. Berdua saja, entitas diri kita dan Dia. Tidak bahkan dengan hawa nafsu kita. Tanggalkan kedua terompah seperti saat Musa akan bersua dengan Allah dan disuruh menanggalkan kedua terompahnya.


“Maka tanggalkanlah kedua belah terompahmu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah yang suci; Thuwa." QS Thahaa:12


Terompah adalah semacam kendaraan yang dipakai di dunia ini. Tanggalkan jiwa dan ragamu.

Tanggalkan semua mimpi, ambisi, rencana, keinginan, cita-cita, khayalan, hasrat, emosi dll.


Di hari ‘arafah adalah saatnya wuquf. 

Berhenti dari semua kegiatan.

Agar kita bisa merenung.

Dan mendengarkan Dia yang berbicara melalui hati kita.


“…Dia akan memberi petunjuk kepada qalbnya…”

QS Ath Thagabuun:11


Kenali dirimu. 

Kenali takdir kehidupan yang melingkupimu.

Kenali kebisaan dan potensimu.

Kenali pula batasan-batasan dan kelemahanmu.


Berjalanlah mengarungu kehidupan dengannya. 

Dengan semua bekal yang Allah berikan. Sadari bahwa setiap hal yang menimpa kita dan kita miliki sekarang sudah didesain ribuan tahun bahkan sebelum “kedua terompah” kita ada.


Apa artinya? Semua ada tujuan tertingginya.

Sungguh tidak ada yang bathil. Tidak ada yang sia-sia.

Bahkan dalam takdir yang nampaknya kacau dan tragis sekalipun. Adalah goresan tangan-Nya yang menuliskan di lauh mahfuzh.


Kenali semua itu. Baru kita bisa mulai melihat keindahannya.

Baru kita bisa menerima keping demi keping takdir kita.

Baru dengannya kita mulai bisa bersyukur.

One piece of fate at a time.

Sampai akhirnya kita bisa bersaksi,


“Rabbana maa khalaqta haadza baathila”

Wahai Rabb tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia…

QS Ali Imran 191


Selamat melalukan perenungan di hari ‘arafah.


Amsterdam, 5 Juni 2025 / 9 Dzulhijjah 1446 H

3.11 am jelang waktu shubuh

🥰

Tuesday, June 3, 2025

Selamat Jalan Bang Bas...

 Beberapa jam yang lalu saya mendengar ihwal kepergiannya.

Saya tahu dia sudah mendera sakit sekian lama, tapi serangan kali ini benar-benar telak merenggut nyawanya. Maktub, sebuah ketetapan Ilahiyah, sesuatu yang dituliskan di saat janin berusia 120 hari di rahim sang ibunda. Sahabat saya ini harus pergi melanjutkan perjalanannya ke alam barzakh.
Saya tidak berkesempatan berinteraksi banyak dengan beliau. Tapi saya selalu terkesan dengan senyumnya yang hangat dan keramahannya yang tulus.
Malam ini (waktu Indonesia) saya mengikuti pembacaan surat yaa siin bersama untuk beliau. Konon, hari pertama berada di alam barzakh adalah hari yang sulit, karena kita kaget tiba-tiba berpindah alam. Maka kami sebagai sesama saudara mencoba membantu mengiringi keberangkatannya dengan doa.
Di malam ini juga saya mendengar berbagai kesaksian dari para sahabatnya. Yang menceritakan betapa baiknya beliau dan betapa gagah beraninya ia menjalani kehidupan. Bukan dengan bermodalkan senjata atau fasilitas kehidupan, akan tetapi dengan tawakal penuh kepada Allah Ta'ala. Bermodalkan keberanian itu beliau menempuh jenjang pendidikan S3, memindahkan seluruh keluarga ke Bandung, sama sekali dengan modal nol. Beliau hanya percaya bahwa kalau memang Allah menyuruh sesuatu pasti dunianya akan dibukakan. Dan memang pintu-pintu dunia dibukakan berkali-kali untuknya dan keluarga. Kita yang menyaksikan di sekitarnya dibuat geleng-geleng kepala. Kagum dengan kekuatan keyakinan dan takjub dengan pertolongan Allah yang demikian cepat. Dan itu berkali-kali terjadi.
What a beautiful testimony.
You see when we leave this earth, we can only take nothing rather what we have given: a full heart enriched by love, service and courage.
Thank you for your living example of having a courage in life Bang Bastian Jabir Pattara. This is not a goodbye. But i wish you well in barzakh. Semoga Allah Ta'ala melapangkan alam barzakhnya dan mengampuni segala khilafnya. And i would like to know more about your story there. Let's keep in touch.

Amsterdam, 3 Juni 2025 / 7Dzulhijjah 1446 H

Monday, June 2, 2025

Before you judge me

Before you judge me

Try hard to love meLook within your heart then askHave you seen my childhood?

Lagu di atas jadi themesong episode hidup saya yang satu ini. 
Ceritanya, saya punya kolega baru, ibu dua anak, orang Eropa Timur. Biasanya saya dimudahkan gaul sama orang, tapi kok sama yang satu ini susah ya. Kepentok terus. Ada saja hal dan kelakuan dia yang bikin saya tidak berkenan. Dan saya bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan kekesalan, mesti raut muka saya terlihat judes buat dia. 

Lha ndilalah beberapa minggu ini saya kebagian jadwal kerja terus sama ibu ini. Lama kelamaan, saya makin melihat hal-hal positif tentangnya, dan itu membantu melapangkan interaksii keseharian kita. Sampai suatu hari seluruh tembok pertahanan saya yang cenderung ogah berkawan dengannya runtuh seketika dalam percakapan lima menit di dalam mobil dalam perjalanan mengantar dia ke rumahnya untuk mengambil barang tertentu yang diperlukan di kantor. Awalnya sekadar berbasa-basi supaya tidak sepi di jalan. Saya bertanya, "Apa kabar orang tuamu?" Lalu jawabannya membuat saya tertegun. Dia bilang,

"Saya tidak pernah mengenal orang tua saya."

Untuk beberapa saat dia terdiam. Saya pun hanya menelan ludah saja dan bersiap dengan jawaban berikutnya.

"Beberapa hari setelah saya dilahirkan saya dan semua saudara saya disimpan di panti asuhan karena kedua orang tua kami adalah pemabuk berat. Pemerintah mengambil hak asuhan dan merehabilitasi kedua orang tua. Tapi sampai sekarang sangat jarang saya berbicara dengan keduanya."

Dia kemudian bercerita banyak dalam sisa waktu perjalanan yang hanya 3,5 menit itu. It's amazing how much you can learn about someone in just 3,5 minutes.

Setelah itu saya hanya terdiam. Saya berpisah dengannya dan masih merenung sepanjang perjalanan pulang, dengan mata mulai berkaca-kaca. I cannot imagine being in her position. Saya jadi bisa memahami semua perilakunya yang membuat saya tidak berkenan itu. She simply doesnt know. Dia tidak punya orang tua yang mengajarkan sopan santun atau yang memberinya perhatian. She lives a hard life and she becomes tough and hard sometimes. It's her defense mechanism. She needs to survive it all. 

Sejak percakapan itu saya jadi sayang sama dia. Memang tipis batas antara sayang dan benci itu. Kami pun bisa bekerja sama dengan lebih baik. Suasana kerja berubah. Ah, pelajarannya jadi memang mesti digali dulu semua itu. Jangan langsung ambil kesimpulan dengan informasi yang terbatas. Itu tadi kata Mas Michael Jackson, before you judge me, try hard to love me.. Setiap orang pasti dibentuk oleh masa kecilnya masing-masing. Dan kisah hidup setiap orang tidaklah sama. Sadari bahwa perilaku seseorang hanya puncak dari gunung es dari sebuah persoalan dan pengalaman hidup yang padat yang sebenarnya penuh dengan pengajaran dari-Nya. 

Lain kali kalau menghadapi orang yang nyebelin, jangan berburuk hati dulu. Carilah waktu untuk duduk bersamanya. Perhaps all you need is 3,5 minutes to see beyond what you can see. []

Amsterdam, 2 Juni 2025
Senin pagi, 9.38. Cuaca mendung dan angin dingin di bulan semi.

Wednesday, May 28, 2025

 Saya punya sepetak ruang ajaib yang bisa diakses dimanapun. 


Kalau sedang pusing dengan urusan keluarga atau pekerjaan, saya lari ke ruang ini dan mendapatkan ketenangan yang menyejukkan hati.


Saat sedang sedih atau tidak tahu harus berbuat apa, saya akan memasuki ruang spesial ini dan urusan senjelimet apapun itu akan terurai dan akhirnya berlalu dengan sendirinya. 


Manakala bingung menetapkan arah atau menanti sesuatu arahan dari-Nya, di ruang ini kerap saya mendapatkan suatu pencerahan yang ajaib.


Maka kalau ada yang bertanya, “kok bisa mbak melakukan ini dan itu? Kok bisa melalui ini dan itu?”  Saya sendiri tak tahu apa jawabannya, selain saya mengandalkan shalat dalam mengarungi kehidupan. Sebab ini adalah saat khusus saya untuk menyambungkan diri kepada-Nya. Ruang untuk menyambut kehadiran-Nya. Dan rasanya hanya dengan kehadiran kuasa-Nya semua itu bisa berjalan. Seringkali dengan ajaib. Ketap kali lewat hal yang tak terduga. 


So yes, shalat adalah modal dan andalan saya menghadapi apapun ragam kehidupan. Saat sedih dia bisa menjadi penguat diri dan saat dalam kesenangan dia bisa menjadi pengingat bahwa semua akan berlalu. That this too shall pass…


Amsterdam, 12 Mei 2025 /  14 Dulqo’dah 1446

Saat menunggu mobil yang sedang cek APK berkala.

One day at a time

 One day at a time

One step at a time

One breath at a time


Don't rush things. Ojo kesusu. 

Almarhum Mursyid saya berpesan, "Kalau suluk jangan ngoyo". 

Menjalani hidup itu tidak perlu dipaksa-paksakan. Jangan memaksakan agenda pribadi, karena kita tak berdaya berhadapan dengan takdir Allah. Bukan berarti tidak boleh usaha, tapi mesti tahu batasannya. Tahu diri, bahwa kita hanya hamba yang bisa ikhtiar tapi tidak boleh bertolak pinggang sok jagoan menentukan hasil akhir. Karena kita tidak tahu apa yang terbaik bahkan buat diri kita sendiri. 

Diwajibkan atas kamu berperang. Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagiu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.  - QS Al Baqarah [2]: 216.

Kita yang berhajat ingin cepat lulus.

Kita yang pengen cepat-cepat nikah. 

Kita yang berhasrat ingin cepat punya anak. 

Kita yang berambisi ingin cepat naik pangkat.

"Lebih cepat lebih baik" begitu jargonnya. Lalu kata siapa itu lebih baik? Kalau kita merenungi lagi ayat di atas, ternyata ide "itu lebih baik" bisa jadi sesuatu yang amat buruk. Sebuah ironi yang menyayat hati. 

Maka lepaskan ambisi ingin bercepat-cepat. Tak perlu juga jadi sengaja berlambat-lambat. Bergerak secara natural saja dari hari ke hari, dari saat ke saat. Mengalir ke hal-hal yang Allah mudahkan. Lalu tentang esok hari? Ssst, diamlah pikiran! Biar esok hari dipikirkan besok saja. Apalagi minggu depan atau bahkan bulan depan! Jangan berpanjang-panjang angan. Siapa tahu malah ajal menjemput lebih dulu. Yang penting kita sudah ikhtiar dengan optimal dan menggunakan akal logika dan segenap kemampuan yang Allah berikan dan kesempatan yang Allah bukakan untuk menata hidup sambil menjaga hati agar tidak terseret keluar dari saat ininya. Agar kita menjadi hamba-Nya yang bersyukur.[]

Amsterdam, 28 Mei 2025 / 1 Dzulhijjah 1446 H 


Tuesday, May 27, 2025

Perbedaan Bahasa Cinta

 Saya tumbuh dalam asuhan kedua orang tua yang (hampir) tidak pernah berkata "I love you" atau "Mama/ Papa sayang kamu". Kalimat itu hanya saya dengar di film Hollywood atau sinetron. Saya tidak sedang mengeluhkan hal ini, hanya menyadari bahwa setiap orang punya bahasa cintanya masing-masing. 

Memang Mama saya tidak pernah berkata "I love you", tapi saya merasakan kerenyahan cinta dan kasih sayang setiap kali beliau menyuapkan makanan ke dalam mulut saya. Bahkan sampai saya kuliah, kadang saya masih disuapi kalau makan. Saya mencium aroma cintanya di setiap masakan yang dia masak khusus untuk saya atau karena ada permintaan dari saya. Food is my mother's love language. 

Papa saya beda lagi. Love languagenya adalah dengan banyak mendampingi saya dalam hampir setiap kegiatan. Beliau yang menjemput saya setiap pulang sekolah atau pulang les di sore kadang jelang malam.  Beliau yang mengantar dan menunggu saya les Fisika di Jalan dr. Curie Bandung, les Bahasa Inggris di jalan Buah Batu, les komputer di Jalan Braga, bimbingan belajar di daerah Dago. Just being there was my father's love language. 

Dan kalau kita telusuri ke perjalanan hidup masing-masing, semua bahasa cinta itu adalah sebuah bentukan dari sebuah proses yang berlangsung lama. Dari interaksi orang tua kita dengan orang tuanya sendiri juga. Dengan memahami hal ini, kita bisa menjadi lebih berempati dan bersimpati kepada bahasa cinta setiap orang dan memberi definisi ulang pada apa maka "romantis". Bahwa tidak setiap orang biasa memberi bunga, kado, kartu ulang tahun, makan malam di tempat romantis dan berbagai gestur romantis yang kita lihat di film atau sosial media. Tapi coba lihatlah upaya seseorang untuk sekadar membuatkan kopi, mengantar jemput, mencucikan pakaian, memasak atau memesankan makanan buat kita dan banyak perbuatan baik dan perhatian tulus keseharian yang terpancar. Dan lihatlah dekat-dekat, bukankah itu pun sesuatu yang romantis? Do you feel the love? And if you don't, perhaps you should try harder. []

Amsterdam, 27 Mei 2025

11.37 siang, saat musim semi yang mendung dan berangin dingin dengan suhu 15 C

Saturday, May 24, 2025

There is no such thing as "work-life balance"

 I don't think there is such thing as "work-life balance" because when you see life as an integrated part of the whole humanity as being you see no separation.

When we integrating all part of us, we as a child, as a parent, as a professional, as a worker, as an artist, as a neighbour, as a sibling, as our indivual self, we don't have to balancing anything since essentialy they are all the same. We don't have to feel guilty to choose one over the other.

Isn't it liberating to see all as a unified whole rather than fragmented parts that keeps us juggling from time to time in our effort to perfectly dividing our time between our many roles and responsibilities?  Because we are not a machine to be optimized. We are more than just vital signs and numbers. We are human being meant to live, feel, love and yes, at time rest.

This is a contemplation of myself to see thing as a whole. To live a life that is complete and meaningful. It gives me more sustainable, life-giving rhythm. One that does not erode my humanity.

Amsterdam, 24 May 2025

9.57 am in a cold morning of spring season.


Wednesday, May 21, 2025

Memanah Rembulan

 Ada sebuah kisah rakyat di Jepang tentang seorang pemuda yang berambisi menjadi seorang pemanah terbaik di dunia. Untuk mewujudkan mimpinya ini ia mencari seorang guru memanah yang akhirnya ia temukan di tengah hutan. Guru itu berkata, “Untuk menjadi seorang pemanah terbaik kau harus bisa memanah sebuah obyek yang belum pernah seorang pun berhasil melakukannya.”

“Apa itu guru? Saya akan lakukan apapun itu.”

“Nak, kau harus memanah rembulan”

Maka mulailah pemuda itu menghabiskan hari-harinya dalam upaya keras untuk memanah rembulan. Hal yang disikapi dengan sangat skeptis oleh orang banyak, “Memangnya bisa?” Tapi tekad si pemuda sangat kuat. Siang malam ia senantiasa meluncurkan anak-anak panahnya. Bahkan pada saat bulan baru, dimana cahayanya sangat tipis terlihat, dia masih terus memanah ke arah bulan. Demikian ia terus berupaya berpuluh ribu kali untuk menancapkan anak panahnya ke permukaan bulan. Hingga akhirnya dia menyerah lalu menghadap sang guru dan berkata, “Maafkan saya guru. Telah saya coba memanah rembulan seperti yang kau minta, tapi tampaknya upaya saya tidak sia-sia.”

“Oh anakku, sebaliknya. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sangat baik. Memang kau tidak berhasil memanah rembulan secara fisik, tapi tahukah sasaran yang sebetulnya dari latihan ini? Kau telah berhasil mengubah hatimu dengan mengadah ketekunan dan kesabaran selama ini. Itulah makna menjadi pemanah yang terbaik.”

***

Renungkanlah, pencapaian kehidupan tidak selalu berbentuk material. Bahkan hal-hal yang sangat berharga  kebanyakan bukanlah berbentuk materi. 

Jangan minder kalau merasa punya pekerjaan yang itu-itu aja.

Jangan kecil hatu kalau merasa karir mentok disitu-situ saja.

Jangan malu kalau rumah atau kendaraannya biasa saja.

Syukuri apa yang ada, karena semua bukan kebetulan disampaikan dalam kehidupan kita. Itu adalah kiriman dari Allah. Kalau kita tidak mensyukuri kiriman dari-Nya sama dengan tidak menghargai Sang Pengirim.

Panahlah rembulan-rembulan kehidupanmu. Jangan harapkan pamrih ini itu. Ikhlas melakukannya, karena yang disasar adalah rembulan hati. Agar dia bertumbuh dan makin mengenal-Nya. Insya Allah.


Rabu, Amsterdam, 21 Mei 2025 sepulang dari Subway, transit sejenak di perpustakaan Reigersbos untuk mengalirkan inspirasi dari buku Ganbatte! Ini🙏🏻

Menghadapi badai amarah

 "I just want my food !!!" 

Brakk!

Semua orang terkejut dan menghentikan apapun yang tengah dilakukan. 

Hening sesaat...

Setelah itu semua orang membuang pandangan kepada orang yang baru berteriak itu. Seorang muda, sekitar 20 tahunan yang kecewa karena pesanan makanan onlinenya tidak kunjung datang dan dia merasa berhak meminta makanan yang telah dibayarnya di restoran itu. Sementara sang manajer restoran menolaknya mentah-mentah dengan alasan bahwa makanannya telah diantar, rupanya ini ulah sang kurir makanan yang tidak mengantarkan pesanannya. 

Jadi ini urusannya terkunci. Si manager bersikeras tidak mau memberikan pesanan karena sudah diberikan. Dan dia berhak berkata demikian. Sementara si pelanggan merasa sudah membayar dan lapar, dia cuma ingin makanan yang dipesannya. Keduanya bersikeras hingga masing-masing berteriak dan si pelanggan hampir-hampir berbuat kekerasan. Suasana makin tegang karena si manager memutuskan walk away dan mengunci dirinya di dalam kantor meninggalkan si pelanggan yang makin murka karena merasa aspirasinya diabaikan. 

Di tengah suasana tegang itu datanglah manager lain, mencoba bicara hati ke hati dengan pemuda yang nafasnya masih tersengal-sengal dan matanya melotot karena dilanda kemarahan. Diajaknya pemuda itu duduk, ditawarinya minuman tapi dia menolak. Masih terlalu marah barangkali. Si manager menawarkan solusi. "Mari kita sama-sama hubungi perusahaan deliverynya, barangkali mereka bisa memberikan solusi, karena mereka berada diantara Anda dan restoran ini, semua menu yang dipesan telah dibayar kepada mereka, uang Anda ada pada mereka." 

Dia menolak untuk duduk, tapi gestur badannya mulai lebih santai. Tidak pasang kuda-kuda untuk menyerang. Dia mendengarkan saat di manager itu menelepon perusahaan delivery. Akhirnya solusi didapatkan, ia akan mendapatkan uangnya kembali dalam waktu 24 jam. 

"I'm sorry about your situation. But you will get your money back within 24 hours" kata si manager. 

"Yes, i just want my food" dia kemudian merogoh kantungnya dan mengeluarkan selembar uang. "I will buy the same meal then"

Si manager menyiapkan menu pesanannya, namun pada saat pemuda itu hendak membayar. Sang manager menolaknya dan meminta maaf akan apa yang telah terjadi. 

Seketika itu senyuman kecil mengembang di sudut bibirnya. Dan matanya berbinar. Otot-otot wajahnya menjadi rileks. Dia berubah menjadi seperti anak kecil yang bahagia menerima permen kesukaannya. Pesanannya tidak banyak, jadi bukan masalah uang nampaknya. Kadang manusia hanya perlu didengarkan dan diakui perasaannya. Hal yang kadang kita lupa ketika merespon seseorang, kita cenderung lansung memberi sekian alternatif logika dan analisa dari apa yang tengah terjadi. Andai saja si manager pertama merespon keluhan si pemuda itu dengan empati alih-alih self-defense dan mengeluarkan argumen ini dan itu. Barangkali drama ini tidak perlu terjadi dan tidak ada eskalasi emosi hingga hampir menyebabkan kekerasan yan bisa berujung fatal. Barangkali, hal pertama yang perlu dia dengan adalah, "I'm so sorry ...i feel you..." Tangkap dulu rasa kecewanya. Baru kemudian setelah emosinya diwadahi baru beranjak ke tataran logika, "Now, what can i do for you..." atau "Here's what we can do..."

Sebuah pelajaran bermuamalah dengan manusia. 


Amsterdam, 21 Mei 2025

Musim semi yang hangat. Memasuki masa kontrak kerja baru di KFC, 38 jam per minggu. 

Wednesday, May 14, 2025

 Sebuah papan pengumuman terpancang di area taman sebagai peringatan bagi para pemilik anjing peliharaan agar tidak membiarkan anjingnya buang hajat di area tempat bermain anak tersebut. Tentu si anjing tak bisa membaca peringatan itu, begitu lihat rumput naturnya ya bisa buang hajat disitu. Tak memikirkan konsekuensinya bagi yang lain.


Kebanyakan manusia (bisa jadi) seperti itu. Sudah diberi peringatan tapi tak dihiraukan atau bahkan tidak sadar dan lalai terhadap peringatan tersebut. Akhirnya hidup seenaknya saja. “Yang penting gue happy”. Begitu jargonnya. Sementara versi kebahagiaan yang mereka kejar adalah bagai fatamorgana. Sudah susah payah meraihnya tapi tak mendapatkan apapun di akhirnya. Hidup bagai tak ada masalah tapi hati rasanya kering kerontang dan tidak bahagia (kalau boleh jujur). Wajahnya bisa jadi senyum manis dan kehidupannya tampak ideal bagi kebanyakan orang, tapi jiwanya hampa. Rasanya sudah mengerjakan banyak hal, tapi hati kok hambar rasanya. Sepertinya sudah meraih dunia tapi pada saat yang sama seperti kehilangan semuanya. Sementara dunia dan kehidupan ini fana. Kita lahir tanpa membawa apapun dan pergi dari alam ini dalam keadaan yang sama, selain amal shalih dan segala kebaikan yang kita tanam selama di dunia. Lain-lainnya tak dibawa pergi ke alam barzakh sekalipun dikubur bersama jasadnya di kedalaman bumi yang dingin dan gelap. 


Al Quran bicara tentang tipe manusia seperti ini. Mereka yang tidak bisa membaca ayat-ayat dan petunjuk Allah.


“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” QS Al A’raaf:179


Semoga kita tidak tergolong sebagai orang-orang yang lalai…

Thursday, May 8, 2025

Cari sesuatu yang membuat hatimu bernyanyi

 When you do things from your soul, you feel a river moving in you, a joy.“ - Jalaluddin Rumi

Dalam menjalani kehidupan dunia beserta semua dinamika dan kesibukannya, kerap kita lupa untuk merasakan hal-hal yang berkesesuaian dengan jiwa kita dari waktu ke waktu. Alam pikiran kita telah sedemikian rupa tercelup dan tenggelam dalam dunia material hingga dunia menjadi mendikte dan memotivasi diri kita. Akhirnya kita memilih mengerjakan sesuatu demi memuaskan syahwat dunia kita walaupun itu - kalau hati nurani masih didengar dan jujur kepadanya - cenderung hal yang tidak sesuai dengan jiwa kita. Akan tetapi demi material, demi gaji besar, demi kelihatan keren dan sukses di mata orang banyak, demi menyelamatkan gengsi dan martabat diri dan keluarga, akhirnya kita mengambil langkah itu walaupun dengan mengorbankan jiwa kita. Sebenarnya tidak pas di hati tapi dipaksakan juga.

Masalahnya, ketika seseorang mengambil langkah yang tak sesuai dengan fitrah dirinya, maka jiwanya akan merana dan seperti tidak mendapatkan makanan. Bayangkan jika itu terjadi bertahun-tahun, maka jiwa bisa lumpuh dan mati. Tandanya, hati kita jadi kering, sering merasa hampa, semua terasa hambar, kenikmatan menjadi terasa semu. Lalu kita mencoba menghidupkan cahaya di hati dengan merauo berbagai kesenangan dunia. Siapa tahu bisa merasa hidup lagi hatinya. Tapi itu pun tak terjadi, kesenangan yang dirasa hanya berjangka waktu singkat. Seperti nyala api di korek api yang tak bertahan lama.

Jiwa kita butuh dinyalakan oleh hal-hal yang bersifat pas bagi dirinya. Bisa jadi dengan membaca buku yang pas, atau mendengarkan musik yang pas, mengikuti pengajian yang pas, mengerjakan oekerjaan yang pas, merespon sesuatu dengan pas dsb. Almarhum Mursyid saya mengatakan bahwa setiap kita harus berjuang mencari sesuatu aktivitas yang disitu “hati kita paling bernyanyi”. Kalau hati bernyanyo pasti senang kita melakukannya dan otomatis akan produktif. Di situ kita merasakan ada geliat kehidupan di hati. Nah, cari aktivitas atau pekerjaan itu. Jangan terpengaruh oleh apa kata orang atau sekadar status dan gaji yang kurang keren. Justru ketika seseorang menemukan pekerjaan dan aktivitas yang pas, dia akan bersyukur di titik itu dan akan membuka rezeki dari langit dan buminya. Sebuah aliran sungai pengetahuan akan mengalir dari dadanya, the river of joy. Yang dengannya ia menjadi bisa memaknai kehidupannya dengan lebih dalam dan menambah ma’rifat akan Tuhannya. What a joy! []

Amsterdam, 9 Mei 2025 

6.24 pagi di musim semi yang cerah. Menunggu anak-anak bangun dan siap bersekolah. 

20 MENIT TERAKHIR

 

Kalau kita hanya punya 20 menit untuk hidup di dunia. Apa yang akan dilakukan?

Dua puluh menit terhitung sangat cepat. Kadang kita bisa tanpa sadar berinteraksi di dunia maya atau dalam kelalaian selama berjam-jam dalam satu hari. Kita kerap lupa menghitung setiap jatah usia yang ada untuk digunakan sebaik-baiknya sebagai bekal untuk pulang ke hadirat-Nya. Baru ketika rasa kematian datang, kita mulai terkesiap. Panik dan takut karena belum mempersiapkan dengan baik perjalanan yang kita tahu akan datang bagaimanapun juga. Seperti orang yang kesiangan bangun untuk bersiap ke luar negeri sementara dia belum packing. Masalahnya, it’s a one way ticket. Dia pergi untuk pindah, tidak sekadar berkunjung. Bayangkan persiapan orang yang hendak pindahan rumah. Betapa banyak hal yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Sementara persiapan kita pindah ke alam barzakh bagaimana?

Kok 20 menit? Itu hitung-hitungan kasar saya dan kontemplasi memasuki usia 47 di tanggal 27 April lalu.  Kalau di dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,  

Dan sesungguhnya satu hari (menurut perhitungan) Tuhanmu adalah seperti 1000 tahun menurut perkiraanmu.”  - QS Al Hajj ayat 47

Jika satu hari di akhirat adalah seperti 365.000 hari di dunia, maka kira-kira satu jam di akhirat adalah seperti 41,7 tahun di dunia. Dengan asumsi rata-rata usia harapan hidup umat Muhammad SAW diantara 60-70 tahun, maka saya kemungkinan hanya memiliki sisa waktu 20 menit (waktu akhirat) di dunia. Angka yang relatif cepat jika dibandingkan perhitungan dunia, ah masih 20 tahunan lagi dan membuat kita jadi berleha-leha dan lalai menggunakan setiap aliran takdir yang ada sebagai jalan untuk semakin mengenal diri, mengenal kehidupan dan akhirnya untuk mengenal-Nya.

Apa yang akan dilakukan dengan sisa usia yang ada?

Hal pertama yang terpikir dalam benak saya adalan untuk meminta maaf kepada semua orang yang pernah berinteraksi dengan saya baik langsung atau tidak langsung. Barangkali ada perbuatan atau perkataan yang tak sengaja menyinggung atau menyakiti. Melalui media ini sekaligus saya meminta maaf sebesar-besarnya. Agar jangan sampai persoalan ini menjadi perkara di Yawmil Hisab nanti. Mari kita selesaikan muamalah yang ada sekarang juga, di dunia ini, selagi masih ada waktu.

Hal lain, saya akan fokus membereskan segala amanah yang Allah Ta’ala letakkan di tangan saya, tentang anak, keluarga, pekerjaan, proyek penulisan dan penerjemahan dll sebaik mungkin. Memang waktunya tidak banyak, tapi setidaknya mempersembahkan niat untuk mensyukuri apa-apa yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya. Dan akhirnya saya akan menghabiskan waktu di atas sajadah panjang, tempat favorit saya di muka bumi ini. Memohon ampun, istighfar dan taubat sebanyak-banyaknya. Semoga ketika waktunya tiba saya sedang dalam keadaan mengabdi kepada-Nya.

So, that’s it. Ternyata seseorang dihadapkan pada kematian, hal-hal yang muncul dalam hati dan benaknya adalah tentang keinginan untuk pergi dengan tenang dan damai, tidak menyakiti seseorang, dan mensyukuri apa yang ada di tangannya di saat itu. Tidak muluk-muluk ingin ini-itu. Tidak lagi terseret oleh kekhawatiran akan masa depan. Tidak terkoyak oleh keinginan yang jauh dari kenyataan yang ada. You see, mengingat kematian (dzikrul maut), membantu kita untuk melihat kehidupan apa adanya. Mengingat bahwa hidup kita tak lama lagi membuat kita menjadi mereorientasikan arah dan fokus kehidupan kepada yang lebih bernilai abadi. Dan, ringan rasanya kalau hidup lepas dari kekhawatiran dan ketakutan akan hal yang belum tentu datang atau meratapi keinginan yang tak terpenuhi untuk kemudian fokus mensyukuri apa yang ada, karena setiap nafas betul-betul ada anugerah yang tak ternilai. Alhamdulillah.

Amsterdam, 8 Mei 2025/ 10 Dzulqa'dah 1446 H

Jam 9.06 pagi, di musim semi yang cerah.  

Saturday, April 5, 2025

 Orang yang ingin tahu masa depan adalah tanda tidak ridho dengan hari ini.

- Mursyid Zamzam AJ Tanuwijaya


Orang yang ingin tahu masa depan dan percaya ramalan ini dan itu tanda dia kehilangan hari ininya. Sedemikian rupa hingga dia mencoba mengintip tulisan takdir yang belum terjadi. Setidaknya ada dua kerugian bagi mereka yang percaya ramalan, yaitu kehilangan waktu bersyukurnya saat ia sibuk mencoba membaca masa depannya dan yang kedua apa-apa yang dia percayai belum tentu terjadi dan kalaupun terjadi itu tidak menambah ketakjubannya kepada Allah karena lebih kagum dengan keakuratan sang tukang ramal tersebut.

Makanya Rasulullah SAW melarang seseorang mendekati ramalan, sedemikian keras larangannya sampai shalat seseorang - yang merupakan ubudiyah personal antara seorang hamba dan Tuhannya menjadi tertolak selama 40 hari lamanya. Jangka waktu rata-rata untuk sel-sel tubuh berubah menjadi sel-sel baru.

Dari Shafiyyah bin Abi Ubaid, dari salah seorang isteri Nabi diriwayatkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi peramal, menanyakan kepadanya sesuatu, lalu mempercayainya, shalatnya tidak akan diterima empat puluh hari lamanya.”

Ketidaktahuan adalah bagian dari perjalanan kehidupan. Bahkan mengimani kegaiban adalah salah satu tanda orang yang taqwa. 

Alif laam miim

Itulah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, (ia merupakan)  petunjuk bagi orang-orang yang taqwa.

(Yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada mereka.  

QS Al Baqarah [2]:1-3

We do need to learn to sit with the unknown...
Amsterdam, 5 April 2025

Tanda diri masih bodoh...

 Orang yang bodoh itu bukan yang hanya berpendidikan rendah.

Orang yang bodoh itu bukan orang yang tidak bisa menjawab 1001 pertanyaan quiz tentang dunia dan kehidupan.

Orang yang bodoh itu bukan orang yang tidak bisa berbahasa asing.

Semua itu bisa dipelajari, hanya masalah waktu.

Istilah bodoh adalah "jahlun" dalam Al Quran. Tokoh yang berbuat kebodohan dalam sejarah di zaman Rasulullah SAW adalah Abu Jahal, bapaknya kebodohan. Bukan berarti dia tidak berpendidikan tinggi, bukan berarti dia miskin, tapi bodoh adalah mereka yang dikuasai oleh hawa nafsunya. 

Mengutip Syaikh Ibnu 'Athaillah dalam Al Hikam, 

"Dan sungguh engkau bersahabat dengan seorang yang bodoh tapi tidak ridha dengan hawa nafsunya adalah lebih baik bagimu daripada engkau bersahabat dengan seorang yang alim tapi ridha dengan hawa nafsunya. - Maka ilmu orang alim yang mana yang membuat ia ridha dengan hawa nafsunya? Dan kebodohan seorang bodoh yang mana yang membuat ia tidak ridha dengan hawa nafsunya?."

Artinya tidak ada orang yang alim kemudian mengikuti hawa nafsunya. Dan orang alim atau berilmu disini konteksnya adalah cahaya. Hawa nafsu adalah kegelapan. 

Seseorang bisa saja gelar akademiknya tinggi dan berendeng tapi kalau masih sombong, mudah tersinggung dan emosian jelas ia masih ditundukkan oleh hawa nafsunya. Karena tanda paling jelas dari orang yang masih menggurita hawa nafsunya adalah egonya yang demikian tinggi. Selalu ingin dihormati, susah berbeda pendapat, selalu ingin dinomorsatukan, gengsian, mudah marah dll.  Tanda dirinya secara hakiki masih bodoh. Jahil...

Amsterdam, 5 April 2025

Sadari bahwa anak kita adalah cermin kita sendiri

 Anak adalah bagaikan sebuah cermin yang menampilkan realitas orang tuanya. 

Kebaikan dan keburukan yang ditampilkan anak adalah cermin dari kebaikan dan keburukan dalam diri orang tuanya. Itu adalah pertolongan dari Allah agar kita bisa bercermin, saking tidak mudahnya meneropong ke dalam diri sendiri. Karena itu harus banyak merenung dalam menghadapi kelakuan anak. Alih-alih hanya memandang ke luar dan menyalahkan ini itu sambil kehilangan kesempatan untuk meraih hikmah dari pembelajaran yang tengah Allah berikan.

Kuncinya, hadapi dengan sabar dan shalat, seperti yang difirmankan Allah Ta'ala dalam Al Quran. Itu kunci menghadapi kehidupan agar kita tidak kehilangan orientasi dan salah langkah dalam berjalan. []

Amsterdam, 10.03 pagi hari yang cerah di musim semi

5 April 2025 / 7 Syawwal 1446 H

Wednesday, April 2, 2025

Karena setiap detil kehidupan sudah Dia aturkan

 "..dan tiada sehelai daun pun yang  gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)"

 QS Al An'aam: 59

Apa signifikansi sehelai daun yang jatuh di tengah hutan belantara sana dengan kehidupan kita? Mengapa Allah Ta'ala menyatakan kalimat ini dalam kitab suci yang menjadi panduan kehidupan kita?

Jika satu helai daun saja adalah dalam pengetahuan-Nya, bayangkan hal-hal lain dalam kehidupan juga pasti dalam kendali dan ilmu-Nya. Dan satu pohon kira-kira memiliki rata-rata 200.000 helai daun. Di bumi ini, kira-kira ada sekitar 3 trilyun batang pohon. Silakan hitung pemantauan Allah Ta'ala atas setiap helai daun saja. Apalagi manusia. Makhluk yang diciptakan katanya yang paling mulia, tapi dimana letak kemuliaannya? Al Quran menjawab itu semua, apa makna menjadi seorang insan. 

Kembali ke permasalahan daun yang jatuh. Seluruh gerak kehidupan kita pun ada dalam pantauan dan kendali Allah. Kenapa kita lahir di orang tua yang itu, lalu mengalami sekian episode kehidupan. Di skala hari ini saja, kenapa si A mengirim pesan demikian, kenapa si B berkata demikian. Semua gerak semesta alam di sekitar kita adalah "daun-daun yang jatuh". Dia mengetahuinya. Artinya semua terjadi dengan izin-Nya. Dan kalau Allah Sang Maha Pengasih mengizinkan sesuatu terjadi, pasti ada kebaikan di dalamnya. Walaupun kebaikannya belum tentu dapat kita rasakan atau belum dapat dilihat per saat ini. Itu kenapa kita perlu iman, karena kalau segala sesuatu direspon dengan nalar semata akan sangat terbatas dan dibuat pusing kita karenanya. Sebab banyak hal dalam kehidupan ini yang tidak masuk akal. Iman bisa menjembataninya. 

Oleh karenanya ada istilah "take the leap of faith", ambil sebuah lompatan iman. Gerak melompat adalah gerak yang harus mengambil arah vertikal bagaimanapun juga, tidak hanya main di level horizontal. Karena kalau bergerak di level horizontal saja bukan lompat namanya tapi ngesot :P. Arah vertikal adalah arah Tuhan. Artinya kalau hidup tidak melibatkan Allah, pasti pusingnya, jelas menderitanya yang tak berkesudahan dan akan selalu direpotkan seumur hidup beranjak dari satu masalah ke masalah lain. 

Yang namanya orang hidup pasti tidak akan bisa pernah lepas dari masalah. Kenapa? Karena itu adalah anak tangga untuk mengenal-Nya sebenarnya. Tapi berapa sering kita menjadikan masalah sebagai sarana mendekat kepada Allah? Alih-alih minta tolong kepada Allah, kita sering langsung ambil keputusan dan gerak ini-itu dan lupa bahwa semua sudah Dia aturkan. Hanya Allah yang paling tahu solusi yang terbaik dari segenap permasalahan yang ada. 

Amsterdam, Selasa 9.46 pagi, 2 April 2025 / 4 Syawwal 1446 H



Tuesday, April 1, 2025

Karunia di balik ujian hidup

 Percayalah di balik ujian kehidupan tersimpan karunia-Nya yang besar.

Allah itu Dzat yang tidak mungkin menzalimi ciptaan-Nya sebesar dzarrah (atom) sekalipun. Itu tauhid dasar. Dia hanya menginginkan kebahagiaan yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Lalu lantas mengapa hidup terasa berat? Mengapa masalah rasanya tak kunjung usai? Mengapa aku merasa tersiksa oleh perasaan ini? Apa yang salah? Jelas kesalahan ada di sisi manusia yang dhaif, kita yang lemah, kita yang bodoh, kita yang zalim, kita yang belum paham bagaimana cara Allah mengatur semesta ciptaan, kita yang belum bisa menangkap karsa Allah di balik sekian takdir yang berkelindan. Kita yang memiliki definisi kebahagiaan sendiri dan kemudian memaksakan itu terjadi ketika tirai takdirnya sedemikian kokoh hingga tak mungkin dikoyak.

Kita yang masih setengah-setengah dalam beragama. Di satu saat bisa berkata lantang "Laa ilaaha ilallah" tapi di sisi lain, masih diombang-ambing oleh ilah-ilah selain Allah. 

Kita yang pemahamannya tentang Dia masih dangkal. Di satu sisi kita menyeru dengan tegas, "Allahu Akbar" tapi di sisi lain, masih banyak hal-hal yang dirasa lebih 'akbar' dibanding Allah. Sesuatu yang masih mengendalikan dan memengaruhi hampir semua keputusan hidup dan ditakuti hilangnya.

Kalau boleh jujur, kita masih menyimpan sekian bayang-bayang keraguan dalam hati kita. Benarkan Allah akan menjamin rezekiku dan anak-anak? Dari mana datangnya ga kebayang? Benarkah aku akan mendapatkan jodoh? Apakah aku bisa sembuh? Dan sekian banyak keraguan akan kuasa-Nya. Maka ketika musibah datang, kita pun ragu, apakah benar ada kebaikan di dalamnya?

Keraguan itu ada ketika kita belum mengenal betul siapa Allah Ta'ala. Karena kalau kata Rasulullah SAW -  insan yang paling mengenal Allah - kalau seseorang mengenal Allah pasti akan jatuh cinta kepada-Nya. Dan kalau orang sudah jatuh cinta, apapun yang datang dari Sang Kekasih pasti akan diambilnya dengan suka cita tak melihat bentuknya apa, selama itu pemberian-Nya maka hatinya akan melonjak girang. Ya, sekalipun Dia menggenggamkan batu bara, tetap yang kita lihat adalah tangan-Nya...tangan Allah...ini tangan-Mu yang menyampaikan wahai Gusti. Dengan keyakinan itulah dia berjalan meniti ujian demi ujian dalam kehidupan dan perlahan dengan pasti mulai merasakan manisnya karunia Allah.

Amsterdam, Selasa siang di musim semi yang cerah

1 April 2025 / 2 Syawwal 1446 H, pukul 14.23

Monday, March 31, 2025

Agar hanya memandang Dia

 Kedatangannya dari Allah, kepergiannya pun karena Allah.

Kesehatan dari Allah, sakit pun dari Allah.

Suka cita dari Allah, kesedihan pun Allah yang mendatangkan.

Kesuksesan dari Allah, kegagalan pun Allah yang mempergilirkan.

Jatuh cinta dari Allah, hilangnya perasaan pun Allah yang mencabutnya.

Kehidupan dari Allah, kematian pun sesuatu yang Dia tetapkan.

Kelapangan dari Allah, saat sempit pun Dia yang hadirkan.

Kehidupan akan selalu begitu, berganti antara siang-malam, luang-sempit, tangis-tawa, riang-duka, seperti denyut jantung yang berganti antara kontraksi dan dilatasi, seperti ritme nafas yang bergiliran antara inspirasi dan ekspirasi. Itulah tanda kehidupan. Ikuti saja aliran kehidupan dengan bersyukur, agar jiwa kita tetap hidup.


Ballorig, Amsterdam, 31 Maret 2025 / 1 Syawwal 1446 H

11.34

Sepuluh tahun kemudian

 Pagi ini, saya bawa anak-anak ke tempat bermain dimana dulu hampir setiap hari kami menghabiskan waktu di sana. 

Tempatnya masih sama seperti dulu. Setiap detil, setiap mainan, setiap sudut. Bahkan bau khas yang sama. 

Sepuluh tahun telah berlalu. Dunia sekitar masih sama, tapi anak-anak sudah tumbuh berkembang. Saya pun bukan orang yang sama dengan saya sepuluh tahun yang lalu. Satu dekade bukan waktu yang singkat untuk mencecap semua asam-manis kehidupan. Tapi masih terlalu singkat dibandingkan kehidupan kita di alam-alam berikutnya.

Berada di tempat ini kembali membuat saya merenung. Betapa cepatnya kehidupan berlalu. Apakah sudah cukup berbekal untuk akhirat? Apakah sudah meraih yang terbaik dengan apa-apa yang Allah sudah siapkan untuk kita masing-masing? Agar jangan sampai 10 tahun kembali berlalu tapi hati masih mudah diombang-ambing oleh permasalahan dunia, karena tidak pernah tawakal betul kepada Allah. Agar jangan sampai 10 tahun kembali berlalu tapi kita masih disibukkan dengan urusan dunia dengan kehilangan ma’rifat kepada Allah yang akhirnya kita kehilangan saat memaknai kehidupan dengan dalam. 

Ah, hidup terlalu luar biasa untuk dilewatkan begitu saja dengan hanya sibuk berpikir tentang uang, ambisi dan sekian kemewahan yang ditawarkan dunia. I want more than that…jiwaku menginginkan sesuatu yang pernah dia saksikan sebelumnya. Sebuah kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata yang fisik ini…Sampaikan kami ya Allah…


Ballorig, Amsterdam 31 Maret 2025 / 1 Syawwal 1446

10.12



Friday, March 28, 2025

Agar jernih hati menghadapi keburukan orang lain

 Memang salah satu hal yang paling sulit adalah mengenali keburukan diri sendiri. Seperti kata pepatah, 

"Kuman di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tidak nampak"

Lebih mudah melihat keburukan orang dan menghakimi orang dengannya dibanding berani memandang keburukan diri sendiri dan mengakui keadaan diri di saat itu apa adanya.Sering, saat keburukan ditampakkan oleh Allah di cermin semesta kehidupan kita, respon kita malah melempar cermin itu. Lagi-lagi seperti kata pepatah, 

"Buruk rupa cermin dibelah"

Mungkin yang tampak adalah pasangan yang rewel atau nyebelin. Atau kelakuan anak yang bikin kita mengelus dada banyak-banyak. Atau tingkah polah rekan kerja yang bikin aksi atau fitnah sedemikian rupa yang membuat kita emosi. Tapi kalau pandangan kita terpaku pada "bayangan-bayangan dalam cermin" dengan tanpa melihat obyek yang sebenarnya, maka semua pertolongan dari Allah untuk membaca diri dan mengenal jiwa kita itu menjadi sia-sia bahkan menjadi bumerang yang menambah tumpukan penyakit hati.

Maka mesti sabar menghadapinya. Kesel sih iya, pengennya meluapkan kemarahan. Justru pelajaran awal bagi para salik - pejalan menuju Allah - menurut Ibnu Arabi dalam bukunya "Adab para Salikin" adalah agar kita menahan marah. Kalaupun marah, upayakan agar tidak kelihatan marah. Nah, gimana tuh, tidak mudah tentunya tanpa pertolongan Allah. Justru itu, memang desain dunia akan dibuat sedemikian rupa agar kita merasa fakir, butuh betul pertolongan Allah di setiap saat.

Jadi ingat, saat melihat keburukan di saudara kita. Respon hati harus istighfar dan minta Allah yang mencabut keburukan di hati kita, karena dunia sekitar kita adalah cermin tiga dimensi yang demikian canggih yang merefleksikan kondisi hati dari saat ke saat. Kalau isi hati cahaya maka akan terpancar sebagai kebaikan. Sebaliknya jika di bagian hati ada kegelapan maka akan terwujud menjadi keburukan. Istighfar dan mohon Allah mengampuni. Sebagaimana kata Imam Ali, "Cabutlah kejahatan yang ada di saudaramu dengan mencabutnya dari dadamu."

Amsterdam, musim semi yang panas-dingin 28 Maret 2025, jelang akhir Ramadhan dan ujian mendapat rekan kerja yang alhamdulillah nyebelin. Astaghfirullah, cermin hati...

Tuesday, March 11, 2025

Kenali suara hawa nafsu

 


“…dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkanmu dari jalan Allah” 

(Q.S. Shad: 26)

Yang membuat kita susah bersyukur adalah hawa nafsu yang masih mendominasi. Dia senang sekali memaksakan agendanya hingga membuat kita pontang-panting menghadapi aliran takdir kehidupan yang telah Allah gariskan. Wajar, karena hawa nafsu adalah entitas di dalam manusia yang terbentuk di alam dunia, setelah jiwa dan raga kita dipersatukan di dalam rahim ibunda. Hawa nafsu tidak mengenal Allah karena dia tidak hadir di Alam Alastu (Alam Penyaksian) yang disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam Al Quran, 

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap jiwa mereka sendiri (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Rabbmu (alastu birabbikum)?" Mereka menjawab, "Betul, kami bersaksi (bala syahidna)." (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya kam lengah terhadap hal ini." 

(QS Al A'raaf [7]:172)

Adalah jiwa kita yang diberi pengetahuan tentang bagaimana menempuh perjalanan di dunia dan alam-alam berikutnya. Oleh karenanya jika kita hanya mengandalkan kemampuan raga beserta akal pikiran yang ada hanya akan dibuat sulit dan terseret-seret dalam menjalani goresan pena takdir kehidupan. Karena akan ada hal-hal yang tak terjangkau oleh pertimbangan logika manusia. Yang akhirnya manusia cenderung menjadi mengeluhkan kehidupannya dan tidak menerima ketetapan Allah. Dia akan tersesat dalam rimba belantara kehidupan sambil berupaya keras mencari solusi kehidupan pada arah horizontal hingga kepayahan dan akhirnya patah. Apa yang dia cari hanya fatamorgana alam dunia yang fana. Maka, ingatlah bahwa diri kita yang sebenarnya adalah jiwa kita. Cari itu. Rasakan kehadirannya dengan terus menerus mengasah cermin hati. Ikuti syariat Muhammad SAW, karena itu adalah jalan kebangkitan jiwa. Agar kita tidak merana terus dalam kehidupan karena terus didikte oleh suara hawa nafsu dari dalam diri.[]

Amsterdam, 11 Maret 2025 / 11 Ramadhan 1446

Siang hari di musim semi yang berawan. Jelang waktu Dhuhur, 12.50 


Monday, March 10, 2025

Dunia memang dibuat tidak nyaman

 Merasa berat menjalani kehidupan?

Hari ke hari sepertinya seperti beban yang tanpa henti?

Rasanya mumet terus pikiran dan hati ruwet?

Desain kehidupan dunia memang dibuat agar manusia tidak merasa nyaman di dalamnya. Ini hal yang kita sering lupa. Bahwa kita hanya sekadar singgah di alam ini, mengumpulkan bekal dan berjalan ke alam lain dalam sebuah perjalanan panjang. Nabi Isa a.s. berkata, "Dunia adalah bagaikan jembatan. Dan tidak ada orang yang membangun rumah di atas jembatan." Rumah adalah lambang sebuah status quo atau kenyamanan. Bukan berarti Allah tidak ingin kita menikmati kehidupan. By all means, berbahagialah dan nikmati setiap saat yang ada. Akan tetapi agar kita tidak tenggelam dalam dunia dan lupa orientasi akhirat dan jangan panjang kita. 

Masalah itu karenanya adalah sebuah hal yang melekat dalam kehidupan dunia. Dan manusia sebenarnya perlu diselimuti oleh takdir yang berupa masalah dan kesempitan hidup. Karena kalau hidup lapang dan mudah kita akan cenderung lupa Allah dan tidak menghadap kepada-Nya. Sementara kematian selalu mengintai dan kita akan kehilangan ma'rifat. Na'udzubillahimindzaalik. 

Karena masalah itu bagian dari kehidupan maka kita tidak perlu kaget dengan hadirnya ujian karena hati sudah selalu pasang kuda-kuda. Berikutnya, langkah paling cerdas untuk menghadapi masalah - apapun itu - adalah bertanya dan meminta panduan kepada Dia yang mengirimkan semua itu, karena hanya Dia yang mengetahui respon yang paling tepat dalam menghadapinya dan apa, bagaimana serta kapan tibanya jalan keluar yang terbaik. Jika kita selalu berupaya untuk berserah diri kepada qadha (ketetapan)-Nya dan mengembalikan semua kepada-Nya, hidup jadi lebih ringan dijalani. Bukan berarti masalah tiba-tiba hilang dalam sekejap. Dia mungkin masih ada dan kita masih harus sabar menjalaninya bahkan bertahun-tahun lamanya. Tapi kesadaran dan pengetahuan yang Allah teteskan ke dalam dada kita akan membuat kita menjadi lebih memaknai setiap episode kehidupan, sepahit dan seberat apapun itu. Kesadaran itu yang membuat kita lebih ringan dan hati bisa tersenyum dalam menjalaninya. 

Jadi, kuncinya, libatkan selalu Allah. Karena Dia selalu menanti kesiapan kita dalam taubat, kembali menghadapkan diri kepadanya.

Amsterdam, musim semi yang hangat, 10 Maret 2025 / 10 Ramadhan 1446 H

Friday, March 7, 2025

Ketika tawakal kita terpeleset

 Kadang kita tidak sadar kalau beberapa kali dalam hidup tawakal kita terpeleset jadi tidak mengandalkan Allah. Atau sebagian mengandalkan Allah sebagian lagi mengandalkan lainnya.

Kita yang terpeleset tawakalnya dengan berpikir bahwa kalau bekerja di perusahaan yang keren itu akan menjamin masa depan dan rezeki.

Kita yang tergadaikan tawakalnya dengan menduga kalau anak sekolah di sekolah yang itu akan sukses hidupnya.

Kita yang rusak kemurnian tawakalnya dengan berburuk sangka kepada Allah bahwa jika kita kehilangan pekerjaan atau gagal bisnis maka keluarga akan kelaparan, seakan Allah tidak berkuasa mendatangkan rezeki dari tempat lain.

Demikianlah, kita telah sekian lama tercelup di dalam dunia sebab akibat, akhirnya menganggap remeh kuasa dan keajaiban-Nya. Terlalu tersihir akal pikirannya bahwa jika tidak A maka tidak akan B. Seakan tak ada jalan lain untuk terbukanya kesempatan dan perubahan selain dari apa yang benak kita bisa bayangkan. Padahal “Allahu Akbar” kita ucapkan, setidaknya 94 kali dalam sehari. Mengatakan “Allah Maha Besar” tapi ketika berhadapan dengan konflik kehidupan dan kesulitan ekonomi kadang masalah itu yang terasa “akbar” dibanding kebesaran Kuasa Allah. Ternyata, kalau boleh jujur, banyak takbit kita baru hanya ucapan di bibir saja. Adalah ujian keseharian yang menampakkan keadaan hati kita, apakah benar tawakalnya kepada Allah atau bukan.[]

Amsterdam , Jumat,  5 Maret 2025 / 5 Ramadhan pukul 16.02

Di dalam mobil di tempat parkir sambil menunggu Rumi yang semangat les biola.

Ngatur-ngatur Tuhan

 Kita yang merasa shalih dan beragama ini tidak sadar bahwa kita kerap mengatur-ngatur Tuhan. 

Saat kita berpikir, "Duh coba punya mobil ya, aku akan sering ke pengajian sambil bawa teman dan keluarga." Kita merasa keadaan yang ada sekarang tidak ideal untuk pergi ke pengajian. Padahal kalaupun Allah beri mobil belum tentu diberi keinginan ngaji dan keberkahannya malah jadi kurang karena hati malah ujub, merasa diri lebih mulia dari orang yang jalan atau naik angkutan umum. 

Saat kita berpikir, "Wah repot nih ngurus si kecil. Coba kalau punya pembantu, aku bisa ngaji dan belajar lebih banyak." Padahal kalaupun diberi selusin pembantu belum tentu dia tergerak untuk ngaji dan efektif waktunya untuk belajar. 

Saya pernah merasakan hal yang mirip. Merasa ingin menyelesaikan menerjemahkan sebuah buku sambil repot mengurus dua anak yang masih berusia balita saat itu. Suatu hari saya bertekad ngebut mengejar beberapa bab penerjemahan dengan menitipkan anak selama setengah hari kepada baby sitter dan saya keluar mencari tempat untuk bekerja. Apa yang terjadi? Jalannya penerjemahan tidak selancar biasanya. Entah kenapa otak saya kesulitan untuk mendapatkan kata-kata yang pas. Setelah itu kok gelombang ngantuk datang tidak henti-hentinya. Alhasil, waktu sekian jam yang niatnya ingin produktif menerjemahkan tidak tercapai. Saya lupa, Allah-lah yang memberi inspirasi dan kekuatan untuk menerjemah. Walaupun kita berupaya mengkondisikan kehidupan tapi kalau Allah tidak beri kemampuannya maka tetap saja tidak jalan! Sebuah pelajaran yang berharga buat saya.

Jadi, hidup itu simpel sahabat. Tidak perlu ngatur-ngatur Tuhan atau mendikte-Nya dengan membuat sebuah persyaratan-persyaratan, "Kalau begini saya akan begitu" Siapa yang menjamin? Kita memang suka sok tahu. Merasa skema yang ada di benak kita lebih baik dari pengaturan-Nya. Astaghfirullahaladziim.

Amsterdam, 7 Maret 2025 / 7 Ramadhan 1446 H

14.58

Bahagia itu sederhana

 Menjadi bahagia itu sederhana.

Ia tak perlu syarat ini dan itu.

Tak perlu kemewahan dunia atau pengkondisian tertentu.

Memang kita kadang membuat susah diri sendiri dengan membuat batasan tentang kebahagiaan. 

"Aku akan bahagia kalau sudah menikah". Jadinya selama masa penantian kurang bahagia jadinya. 

"Aku akan bahagia kalau bisa beli rumah". Jadinya selama menabung sampai masanya tiba bisa membeli rumah jadi merasa kurang bahagia.

"Hidupku akan sempurna jika punya anak". Akhirnya setiap kali gagal mendapat anak dia merasa semakin terpuruk.

Kenapa harus membuat syarat untuk bahagia alih-alih membiarkan rasa bahagia itu datang dengan sendirinya. Karena bahagia itu adalah ketika kita mensyukuri apa yang ada, di saat ini, di detik ini, di bumi yang kita pijak hari ini juga. Jika kita bisa tersenyum kepada ketetapan-Nya dan menerima dengan tulus. Itulah bahagia. Tak perlu syarat apapun. Bahkan di tengah kekalutan dan kisruhnya kehidupan pun kita masih bisa merasa bahagia. Bukan berarti harus tertawa dan nampak ceria terus. Karena kita bahkan bisa merasa 'bahagia' di tengah kesedihan yang melanda. Bahagia karena tahu bahwa Allah senantiasa memegang kita. Bahwa semua kejadian terjadi dengan izin-Nya. Dan kalau Dia mengizinkan sesuatu terjadi pastilah banyak hikmah dan kebaikan di dalamnya. Itu yang coba kita gali. Asal sabar saja. 

Jadi, mari kita berbahagia dengan kondisi apapun yang ada. Semua datang dari goresan takdir-Nya Yang Maha Adil dan Maha Penyayang. Hidup itu sederhana wahai sahabat. Jangan dibuat jadi rumit!

Amsterdam, di musim semi yang hangat.

Jumat, 7 Maret 2025 / 7 Ramadhan 1446 H. Pukul 14.50

Tuesday, March 4, 2025

 Embracing the dance of uncertainty in life.

For uncertainty plays a crucial note in the grand symphony of life. It humbles us and shape us into a being who surrender. And that’s the only way to experience the Divine power within.

Amsterdam, sunny morning 4 March 2025 / 4 Ramadhan 1446 H. 10.38

Monday, March 3, 2025

There is nothing like fasting

 There is nothing like fasting.

The Prophet SAW said, 

"Allah said, "Every good deed of sons of Adam is for himself except fasting; it is for Me and I shall reward (he fasting person) for it." Verily, the smell of the mouth of a fasting person is better to Allah than the smell of musk."

What a wonderful thing when Allah claimed something and said "it's for Me". It is indeed for Allah. Like everything else, it should for Allah only. And yet it is so humble of Allah to say "fasting is for Me". It's wonderful to feel this.

Fasting (shaum) is indeed different with any other rituals like shalat, hajj or zakat. Fasting is like "doing nothing". We emptied ourselves to be able to become His vessels. Ready to be poured upon to. Hopefully He uses us. And there is no greater honor than that. To be used by Him.

Amsterdam, 3 March 2025 / 3 Ramadhan 1446 H

14.31



Sehilal purnama kehidupan

 Perjalanan kehidupan ini adalah untuk mengenal-Nya. 

Itulah orientasi dalam kehidupan. Kesadaran ini membuat kita menjadi memandang segala sesuatunya berbeda dan menjadi bisa memaknai dengan dalam apa-apa yang telah Allah izinkan terjadi dalam aliran takdir kehidupan. Terutama membantu kita dalam menerima dan mengambil hikmah dari tragedi kehidupan atau sisi kelam yang bagaimanapun Allah telah tuliskan dan menjadi bagian dari kisah hidup kita. 

Hitam - putih kehidupan, suka - duka, siang - malam, keluangan - kesempitan, sakit - sehat, tertawa - menangis adalah bagian dari kehidupan di dunia. Sesuatu yang menumbuhkan sesuatu di dalam jiwa kita. Karena kualitas pemaaf hanya tumbuh ketika ada sesuatu kesalahan yang dimaafkan. Sebab sabar hanya tumbuh ketika kita harus menahan sesuatu atau mendera sesuatu yang tidak mengenakkan atau sesuatu yang melmpah.  Natur kehidupan adalah seperti tarikan nafas dan hembusan nafas. Juga seperti detak jantung yang berkontraksi dan berelaksasi. Itulah tanda-tanda kehidupan. Tanpa malam, siang hanya akan menghancurkan isi bumi karena akan terlalu panas. Tanpa kehadiran siang, bumi akan beku dan tak akan ada kehidupan yang tersisa di dalamnya. 

Allah Ta'ala mempergantikan siang dan malam, suka dan duka agar jiwa kita hidup dan bertumbuh. Semua sajian takdir kehidupan yang kerap membuat kita jatuh bangun dan pontang-panting dalam menghadapinya itu baru sehilal cahaya purnama pengenalan dari-Nya. Rasulullah SAW bersabda ketika beliau memandang  kepada bulan purnama, 

"Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb sebagaimana kalian memandang bulan ini. Kalian tidak berdesakan ketika kalian memandang Allah." (HR Bukhari No.554)

Jadi, jangan sampai kehidupan menaklukkan kita dan membuat kita putus asa, kehilangan arah dan orientasi kehidupan dan tidak fokus menjalani hari-hari. Bukankah kita punya Allah yang selalu siap menolong kapanpun? Barangkali kita yang kurang serius dalam meminta pertolongan-Nya. Agar kita meraih yang terbaik dalam pagelaran pengenalan sehilal purnama kehidupan ini.[]

Amsterdam, musim semi yang dingin tapi cerah

Senin, 3 Maret 2025 (Ramadhan hari ketiga). 14.12 siang.

Sunday, February 23, 2025

Berdamai dengan ketidakpastian

 Dulu, saya akan gelisah jika menghadapi ketidakpastian. Seolah-olah tabu untuk berkata “aku tidak tahu” menghadapi berbagai kemungkinan takdir kehidupan. Akan tetapi semakin bertambah usia (atau sebenarny semakin berkurang, dari sudut pandang lain😁), saya makin paham bahwa sebenarnya kita memang dalam kondisi tidak tahu apa-apa. Segala hal yang kita anggap sebagai pengetahuan atau kebenaran sangat relatif dan dipertanyakan betul keabsahannya. Dalam Al Quran, hal ini dikunci dengan ayat yang terkait dengan peperangan, dimana kita pasti akan berada dalam medan perang di dalam diri yaitu perang melawan hawa nafsu,

Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.- QS Al Baqarah [2]:216

Jadi, apa yang tidak kita sukai belum tentu tidak baik buat kita. Padahal banyak keputusan dalam hidup kita ambil berdasarkan suka atau tidak suka (like or dislike). 

Jadi bagaimana? Lebih baik memilih yang tidak kita sukai? Ya tidak sesimpel itu. Hidup memang kompleks. Sekompleks manusia. Diciptakan kompleks karena memang berfungsi untuk menumbuhkan akal jiwa kita. Agar kita makin mengenal (ma’rifat) kepada Sang Pencipta.

Maka sadarilah bahwa ketika kehidupan terasa tidak pasti, itu justru hari raya bagi para pencari Allah, para pencari kebenaran. Karena dikondisikan dalam situasi yang tak menentu, akhirnya kuta berpegang dari saat ke saat kepada Sang Pencipta. Merenda hari demi hari dengan manjaga shalat, membaca Al Quran, berdzikir dan beramal shalih. Kemudian saksikan bagaimana Dia menggerakkan kehidupan dengan demikian menakjubkan.

Saya mulai paham dan mensyukuri saat dihadapkan kepada ketidakpastian hidup. Bahkan sampai pada sebuah kepastian bahwa tak ada yang “pasti” dalam hidup. Semua gaib, tak terjangkau, dan tak terbaca pada hakikatnya. Dan semoga kita bisa menjadi hamba-Nya yang taqwa, yaitu mereka

“Yang beriman kepada yang gaib (iman bil gaib)”

QS Al Baqarah:3


Amsterdam Bijlmer Arena, awal musim semi yang sejuk, di bawah sinar matahari siang, 14.29

Minggu, 23 Februari 2025 / 24 Sya’ban 1446 H


Monday, February 17, 2025

Membawa berkah dimanapun berada

 Salah satu karakteristik orang beriman adalah, dimanapun dia berada pasti akan memberkati lingkungannya. Ia akan cenderung berbuat kebaikan lebih cepat dibandingkan yang lain. Kalau lihat meja kantor berantakan, langsung rapikan tanpa menunggu OB (office boy). Melihat sandal berantakan di mushalla, langsung rapikan. Ada sampah di lantai, langsung ambil dan buang ke tempat sampah. Bergerak cepat tanpa mengharap pujian, naik gaji atau naik pangkat. Karena orang beriman mensyukuri dunia kantor atau rumah dan semesta yang Allah hadirkan. Maka dibuat senyaman mungkin.

Itulah mentalitas orang beriman. Cepat berbuat kebaikan dan jangan menunggu atau ingin dilayani saja. Justru kita harus melayani orang lain. Dimanapun kita ditakdirkan berada, jadilah cahaya di tempat itu. Tebarkan berkah dimanapun juga.


La Place, Efteling. Di awal musim semi yg masih dingin

Kaastheuvel, 17 Februari 2025. 13.50 siang

Sunday, February 16, 2025

The Only String Attached

 Dunia yang kita tinggali ini memang kuat ilusi sebab-akibatnya. Sedemikian rupa sehingga kita lupa jika sesuatu terjadi dan menimpa kita, itu bukan sekadar diakibatkan oleh si ini atau si itu yang hanya merupakan pion-pion yang Allah Ta'ala gerakkan di semesta kehidupan kita untuk sebuah tujuan tertentu, karena tak ada satu gerakan dan satu takdir pun yang sia-sia (bathil). 

Memang gara-gara si pencuri itu benda kesayangan kita hilang, memang melalui orang ketiga itu yang mencetuskan ricuh di dalam rumah tangga, memang karena perkataan dia maka fitnah kemudian berkembang. Tapi, kalau kita kembali kepada prinsip tauhid, tidak ada angin yang berhembus, tidak ada daun yang jatuh, tidak ada atom yang bergerak, tidak ada pesan whatsapp yang terkirim, tak ada perkataan yang terlontar dari lisan seseorang dll, tanpa Dia, Sang Maha Kuasa izinkan. Kalau Allah Ta'ala sudah turun izinnya pasti sesuatu itu mengandung kebaikan dan hikmah, karena itu sifat Allah Ta'ala yang mutlak. Dia Ar Rahman Ar Rahim. Dia selalu memberi yang terbaik dan Dia menyayangi segenap ciptaan-Nya. 

Kita adalah ciptaan Allah Satu-satunya tali yang tak kasat mata yang menggerakkan kita dan juga makhluk lain adalah tali yang terbentang dari Sang Pencipta kepada segenap ciptaan-Nya. Pahami konsep ini, maka kita akan bisa melihat jauh di balik dunia bayang-bayang dan tidak terlalu dibuat sulit karenanya. Dengan kesadaran bahwa setiap ciptaan bergantung sepenuhnya kepada Allah maka cara cerdik untuk mengubah orang lain atau kehidupan adalah menghubungkan diri dengan-Nya melalui dzikir dan biarkan Dia mengubah sesuatu itu. Sungguh Dia Maha Mendengar dan Maha Kuasa. 

Kaatsheuvel, 16 Februari 2025, 19.05

Liburan musim semi, sehari sebelum ke Efteling bersama anak-anak. 

Friday, January 31, 2025

 There is nothing like being in the present moment.

When you feel the beat of the universe

When you inhale the breath of Ar Rahman

When time feels like standing still

That slow motion moment in life

When you feel God’s presence 

So close in your heart

So much that it warmth your heart

So beautiful that you start to smile

So intense that tears start to flow on your cheek

There is nothing like that moment

When “i”, “me”, “myself”,”mine” dissolves…

And there’s only You

It always You….


Diemen, Randstad zaal. In the middle of music concert of Rumi

31 August 2025 / 1 Sya’ban 1446 H

16.53

Monday, January 13, 2025

Rezeki tak terduga di tengah himpitan kehidupan

 Salah satu hal yang paling sering membuat orang khawatir dalam kehidupan adalah tentang rezeki. Kita demikian terbius oleh alam sebab akibat dunia ini sehingga sering lupa bahwa Allah adalah Maha Kuasa. Dan bahwa sumber rezeki kita pada hakikatnya adalah dari Dia semata yang bisa didatangkan melalui semesta yang ada dengan cara yang tak terduga. 

Seorang ibu baru-baru ini berbagi kisah hidupnya. Bagaimana lima belas tahun yang lalu beliau bercerai karena suaminya memilih bersama perempuan lain dan meninggalkan dia dan ketiga anaknya yang masih kecil. Dalam keadaan hati yang masih remuk akibat perceraian itu, sang ibu harus memutar otak mencari jalan untuk menafkahi diri dan ketiga anaknya. Dan ide untuk kembali ke dunia profesional yang telah ia tinggalkan selama enam tahun untuk khusus mengurus anak-anaknya itu dirasa menakutkan. Apakah orang masih mau menerima saya? Apakah saya bisa kembali bekerja sesuai dengan pendidikan tinggi yang telah saya tempuh? Sejumlah pertanyaan berputar bagaikan angin puting beliung di dalam benaknya. Rasanya saat itu tak terbayang jalan keluar dari permasalahan yang ada. Satu-satunya tempat sang ibu bisa mencurahkan semua isi hatinya adalah saat ia ada di atas sejadahnya. Dalam munajatnya dia berdoa kepada Allah, "Ya Allah tolong bantu hamba menafkahi diri dan anak-anak..." Dia berdoa dan berdoa sampai tak terasa tetes demi tetes air mata mengalir di pipinya. Ada rasa hangat menyala di hati ketika ia bisa mengadu kepada Yang Maha Kuasa. 

Di hari itu juga, tiba-tiba teman kerja lama yang sudah bertahun-tahun tak jumpa meneleponnya. 

"Hey, tumben aku mimpi kamu semalam. Dan kamu menangis dalam mimpiku. Apa kamu baik-baik saja?"

Sapaan itu terasa bagaikan tetes air di tengah gurun di siang hari yang terik. Sang ibu kemudian menceritakan semua yang terjadi apa adanya, sambil berkata "Aku butuh kerja". Sesuatu yang disambut dengan segera oleh sang teman yang kemudian berkata, "Wah, kebetulan, kita sedang ada sebuah lowongan posisi di tempat kerjaku. Segera buat CV (Curriculum Vitae)dan kirim hari ini juga ya!" Sambutnya dengan antusias sambil tak lupa mengingatkan si ibu berkali-kali agar mengirim CVnya HARI ITU JUGA. Demikian penekanannya. 

Sang ibu yang sudah lama tidak bersentuhan dengan dunia kantor merasa kikuk untuk menuliskan CV kembali. Akhirnya dengan terbata-bata dan penuh upaya CV itu berhasil dikirimkan di hari yang sama. Dan di hari itu juga dia mendapat respon untuk mendapatkan wawancara pekerjaan yang kemudian memberinya sebuah posisi manager di perusahaan itu. 

Hari itu menjadi salah satu hari yang tak terlupakan dalam hidupnya. Bagaimana dalam keadaan yang terpuruk kemudian Allah Ta'ala angkat dengan sebuah kejadian tak terduga dan indah. Melalui seorang teman yang Allah kirimkan mimpi kepadanya. Hingga ia mendapatkan pekerjaan yang bisa menafkahi diri dan ketiga anaknya.

Itu lima belas tahun yang lalu. Sekarang anak-anak beliau sudah besar dan sebagian besar sudah mandiri. Bukti bahwa hal yang dikhawatirkan di awal waktu tentang apakah bisa menafkahi mereka di masa depan adalah kekhawatiran yang tak beralasan, karena Allah memang selalu memenuhi janjinya kepada mereka yang bertawakal kepada-Nya. 

Jadi, ketika dunia kita seakan runtuh dan jalan keluar dari kehidupan tampak buntu. Jangan putus asa, kembalikan semua kepada-Nya. Tawakal kepada Dia sepenuhnya dan saksikan dari mana Dia akan membukakan pintunya. []

(Dituliskan ulang berdasarkan kisah nyata)


Amsterdam, di musim dingin (1 derajat celcius) yang cerah 

Senin 12.52 siang, 13 Januari 2025 / 13 Rajab 1446 H

Thursday, January 9, 2025

 Suatu saat nanti kau akan menyadari bahwa semua ini bukan terjadi begitu saja.


***

“Wahai Tuhanku, tak ada hal yang Kau ciptakan sia-sia (bathil)” - Surat Ali Imran:191

Wednesday, January 8, 2025

 We are inevitably are creatures of attachments. Whether we like it or not,

Whether we are aware of it or not.

Apparently it what makes us human, as attachment lies in the heart of every relationship. 

Just like the force of gravity that keeps our feet on the ground, these attachment keeps us grounded on this episode of life. 

It’s there for a purpose.


Until…

The time comes that we need to detached ourselves from all the attachments of any kind.

It is the journey of tawhid.

To merge with The One.

Laa ilaaha ilallah…


Amsterdam, cold winter time 7 Jan 2025 / 7 Rajab 1446