Saturday, April 5, 2025

 Orang yang ingin tahu masa depan adalah tanda tidak ridho dengan hari ini.

- Mursyid Zamzam AJ Tanuwijaya


Orang yang ingin tahu masa depan dan percaya ramalan ini dan itu tanda dia kehilangan hari ininya. Sedemikian rupa hingga dia mencoba mengintip tulisan takdir yang belum terjadi. Setidaknya ada dua kerugian bagi mereka yang percaya ramalan, yaitu kehilangan waktu bersyukurnya saat ia sibuk mencoba membaca masa depannya dan yang kedua apa-apa yang dia percayai belum tentu terjadi dan kalaupun terjadi itu tidak menambah ketakjubannya kepada Allah karena lebih kagum dengan keakuratan sang tukang ramal tersebut.

Makanya Rasulullah SAW melarang seseorang mendekati ramalan, sedemikian keras larangannya sampai shalat seseorang - yang merupakan ubudiyah personal antara seorang hamba dan Tuhannya menjadi tertolak selama 40 hari lamanya. Jangka waktu rata-rata untuk sel-sel tubuh berubah menjadi sel-sel baru.

Dari Shafiyyah bin Abi Ubaid, dari salah seorang isteri Nabi diriwayatkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi peramal, menanyakan kepadanya sesuatu, lalu mempercayainya, shalatnya tidak akan diterima empat puluh hari lamanya.”

Ketidaktahuan adalah bagian dari perjalanan kehidupan. Bahkan mengimani kegaiban adalah salah satu tanda orang yang taqwa. 

Alif laam miim

Itulah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, (ia merupakan)  petunjuk bagi orang-orang yang taqwa.

(Yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada mereka.  

QS Al Baqarah [2]:1-3

We do need to learn to sit with the unknown...
Amsterdam, 5 April 2025

Tanda diri masih bodoh...

 Orang yang bodoh itu bukan yang hanya berpendidikan rendah.

Orang yang bodoh itu bukan orang yang tidak bisa menjawab 1001 pertanyaan quiz tentang dunia dan kehidupan.

Orang yang bodoh itu bukan orang yang tidak bisa berbahasa asing.

Semua itu bisa dipelajari, hanya masalah waktu.

Istilah bodoh adalah "jahlun" dalam Al Quran. Tokoh yang berbuat kebodohan dalam sejarah di zaman Rasulullah SAW adalah Abu Jahal, bapaknya kebodohan. Bukan berarti dia tidak berpendidikan tinggi, bukan berarti dia miskin, tapi bodoh adalah mereka yang dikuasai oleh hawa nafsunya. 

Mengutip Syaikh Ibnu 'Athaillah dalam Al Hikam, 

"Dan sungguh engkau bersahabat dengan seorang yang bodoh tapi tidak ridha dengan hawa nafsunya adalah lebih baik bagimu daripada engkau bersahabat dengan seorang yang alim tapi ridha dengan hawa nafsunya. - Maka ilmu orang alim yang mana yang membuat ia ridha dengan hawa nafsunya? Dan kebodohan seorang bodoh yang mana yang membuat ia tidak ridha dengan hawa nafsunya?."

Artinya tidak ada orang yang alim kemudian mengikuti hawa nafsunya. Dan orang alim atau berilmu disini konteksnya adalah cahaya. Hawa nafsu adalah kegelapan. 

Seseorang bisa saja gelar akademiknya tinggi dan berendeng tapi kalau masih sombong, mudah tersinggung dan emosian jelas ia masih ditundukkan oleh hawa nafsunya. Karena tanda paling jelas dari orang yang masih menggurita hawa nafsunya adalah egonya yang demikian tinggi. Selalu ingin dihormati, susah berbeda pendapat, selalu ingin dinomorsatukan, gengsian, mudah marah dll.  Tanda dirinya secara hakiki masih bodoh. Jahil...

Amsterdam, 5 April 2025

Sadari bahwa anak kita adalah cermin kita sendiri

 Anak adalah bagaikan sebuah cermin yang menampilkan realitas orang tuanya. 

Kebaikan dan keburukan yang ditampilkan anak adalah cermin dari kebaikan dan keburukan dalam diri orang tuanya. Itu adalah pertolongan dari Allah agar kita bisa bercermin, saking tidak mudahnya meneropong ke dalam diri sendiri. Karena itu harus banyak merenung dalam menghadapi kelakuan anak. Alih-alih hanya memandang ke luar dan menyalahkan ini itu sambil kehilangan kesempatan untuk meraih hikmah dari pembelajaran yang tengah Allah berikan.

Kuncinya, hadapi dengan sabar dan shalat, seperti yang difirmankan Allah Ta'ala dalam Al Quran. Itu kunci menghadapi kehidupan agar kita tidak kehilangan orientasi dan salah langkah dalam berjalan. []

Amsterdam, 10.03 pagi hari yang cerah di musim semi

5 April 2025 / 7 Syawwal 1446 H

Wednesday, April 2, 2025

Karena setiap detil kehidupan sudah Dia aturkan

 "..dan tiada sehelai daun pun yang  gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)"

 QS Al An'aam: 59

Apa signifikansi sehelai daun yang jatuh di tengah hutan belantara sana dengan kehidupan kita? Mengapa Allah Ta'ala menyatakan kalimat ini dalam kitab suci yang menjadi panduan kehidupan kita?

Jika satu helai daun saja adalah dalam pengetahuan-Nya, bayangkan hal-hal lain dalam kehidupan juga pasti dalam kendali dan ilmu-Nya. Dan satu pohon kira-kira memiliki rata-rata 200.000 helai daun. Di bumi ini, kira-kira ada sekitar 3 trilyun batang pohon. Silakan hitung pemantauan Allah Ta'ala atas setiap helai daun saja. Apalagi manusia. Makhluk yang diciptakan katanya yang paling mulia, tapi dimana letak kemuliaannya? Al Quran menjawab itu semua, apa makna menjadi seorang insan. 

Kembali ke permasalahan daun yang jatuh. Seluruh gerak kehidupan kita pun ada dalam pantauan dan kendali Allah. Kenapa kita lahir di orang tua yang itu, lalu mengalami sekian episode kehidupan. Di skala hari ini saja, kenapa si A mengirim pesan demikian, kenapa si B berkata demikian. Semua gerak semesta alam di sekitar kita adalah "daun-daun yang jatuh". Dia mengetahuinya. Artinya semua terjadi dengan izin-Nya. Dan kalau Allah Sang Maha Pengasih mengizinkan sesuatu terjadi, pasti ada kebaikan di dalamnya. Walaupun kebaikannya belum tentu dapat kita rasakan atau belum dapat dilihat per saat ini. Itu kenapa kita perlu iman, karena kalau segala sesuatu direspon dengan nalar semata akan sangat terbatas dan dibuat pusing kita karenanya. Sebab banyak hal dalam kehidupan ini yang tidak masuk akal. Iman bisa menjembataninya. 

Oleh karenanya ada istilah "take the leap of faith", ambil sebuah lompatan iman. Gerak melompat adalah gerak yang harus mengambil arah vertikal bagaimanapun juga, tidak hanya main di level horizontal. Karena kalau bergerak di level horizontal saja bukan lompat namanya tapi ngesot :P. Arah vertikal adalah arah Tuhan. Artinya kalau hidup tidak melibatkan Allah, pasti pusingnya, jelas menderitanya yang tak berkesudahan dan akan selalu direpotkan seumur hidup beranjak dari satu masalah ke masalah lain. 

Yang namanya orang hidup pasti tidak akan bisa pernah lepas dari masalah. Kenapa? Karena itu adalah anak tangga untuk mengenal-Nya sebenarnya. Tapi berapa sering kita menjadikan masalah sebagai sarana mendekat kepada Allah? Alih-alih minta tolong kepada Allah, kita sering langsung ambil keputusan dan gerak ini-itu dan lupa bahwa semua sudah Dia aturkan. Hanya Allah yang paling tahu solusi yang terbaik dari segenap permasalahan yang ada. 

Amsterdam, Selasa 9.46 pagi, 2 April 2025 / 4 Syawwal 1446 H



Tuesday, April 1, 2025

Karunia di balik ujian hidup

 Percayalah di balik ujian kehidupan tersimpan karunia-Nya yang besar.

Allah itu Dzat yang tidak mungkin menzalimi ciptaan-Nya sebesar dzarrah (atom) sekalipun. Itu tauhid dasar. Dia hanya menginginkan kebahagiaan yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Lalu lantas mengapa hidup terasa berat? Mengapa masalah rasanya tak kunjung usai? Mengapa aku merasa tersiksa oleh perasaan ini? Apa yang salah? Jelas kesalahan ada di sisi manusia yang dhaif, kita yang lemah, kita yang bodoh, kita yang zalim, kita yang belum paham bagaimana cara Allah mengatur semesta ciptaan, kita yang belum bisa menangkap karsa Allah di balik sekian takdir yang berkelindan. Kita yang memiliki definisi kebahagiaan sendiri dan kemudian memaksakan itu terjadi ketika tirai takdirnya sedemikian kokoh hingga tak mungkin dikoyak.

Kita yang masih setengah-setengah dalam beragama. Di satu saat bisa berkata lantang "Laa ilaaha ilallah" tapi di sisi lain, masih diombang-ambing oleh ilah-ilah selain Allah. 

Kita yang pemahamannya tentang Dia masih dangkal. Di satu sisi kita menyeru dengan tegas, "Allahu Akbar" tapi di sisi lain, masih banyak hal-hal yang dirasa lebih 'akbar' dibanding Allah. Sesuatu yang masih mengendalikan dan memengaruhi hampir semua keputusan hidup dan ditakuti hilangnya.

Kalau boleh jujur, kita masih menyimpan sekian bayang-bayang keraguan dalam hati kita. Benarkan Allah akan menjamin rezekiku dan anak-anak? Dari mana datangnya ga kebayang? Benarkah aku akan mendapatkan jodoh? Apakah aku bisa sembuh? Dan sekian banyak keraguan akan kuasa-Nya. Maka ketika musibah datang, kita pun ragu, apakah benar ada kebaikan di dalamnya?

Keraguan itu ada ketika kita belum mengenal betul siapa Allah Ta'ala. Karena kalau kata Rasulullah SAW -  insan yang paling mengenal Allah - kalau seseorang mengenal Allah pasti akan jatuh cinta kepada-Nya. Dan kalau orang sudah jatuh cinta, apapun yang datang dari Sang Kekasih pasti akan diambilnya dengan suka cita tak melihat bentuknya apa, selama itu pemberian-Nya maka hatinya akan melonjak girang. Ya, sekalipun Dia menggenggamkan batu bara, tetap yang kita lihat adalah tangan-Nya...tangan Allah...ini tangan-Mu yang menyampaikan wahai Gusti. Dengan keyakinan itulah dia berjalan meniti ujian demi ujian dalam kehidupan dan perlahan dengan pasti mulai merasakan manisnya karunia Allah.

Amsterdam, Selasa siang di musim semi yang cerah

1 April 2025 / 2 Syawwal 1446 H, pukul 14.23

Monday, March 31, 2025

Agar hanya memandang Dia

 Kedatangannya dari Allah, kepergiannya pun karena Allah.

Kesehatan dari Allah, sakit pun dari Allah.

Suka cita dari Allah, kesedihan pun Allah yang mendatangkan.

Kesuksesan dari Allah, kegagalan pun Allah yang mempergilirkan.

Jatuh cinta dari Allah, hilangnya perasaan pun Allah yang mencabutnya.

Kehidupan dari Allah, kematian pun sesuatu yang Dia tetapkan.

Kelapangan dari Allah, saat sempit pun Dia yang hadirkan.

Kehidupan akan selalu begitu, berganti antara siang-malam, luang-sempit, tangis-tawa, riang-duka, seperti denyut jantung yang berganti antara kontraksi dan dilatasi, seperti ritme nafas yang bergiliran antara inspirasi dan ekspirasi. Itulah tanda kehidupan. Ikuti saja aliran kehidupan dengan bersyukur, agar jiwa kita tetap hidup.


Ballorig, Amsterdam, 31 Maret 2025 / 1 Syawwal 1446 H

11.34

Sepuluh tahun kemudian

 Pagi ini, saya bawa anak-anak ke tempat bermain dimana dulu hampir setiap hari kami menghabiskan waktu di sana. 

Tempatnya masih sama seperti dulu. Setiap detil, setiap mainan, setiap sudut. Bahkan bau khas yang sama. 

Sepuluh tahun telah berlalu. Dunia sekitar masih sama, tapi anak-anak sudah tumbuh berkembang. Saya pun bukan orang yang sama dengan saya sepuluh tahun yang lalu. Satu dekade bukan waktu yang singkat untuk mencecap semua asam-manis kehidupan. Tapi masih terlalu singkat dibandingkan kehidupan kita di alam-alam berikutnya.

Berada di tempat ini kembali membuat saya merenung. Betapa cepatnya kehidupan berlalu. Apakah sudah cukup berbekal untuk akhirat? Apakah sudah meraih yang terbaik dengan apa-apa yang Allah sudah siapkan untuk kita masing-masing? Agar jangan sampai 10 tahun kembali berlalu tapi hati masih mudah diombang-ambing oleh permasalahan dunia, karena tidak pernah tawakal betul kepada Allah. Agar jangan sampai 10 tahun kembali berlalu tapi kita masih disibukkan dengan urusan dunia dengan kehilangan ma’rifat kepada Allah yang akhirnya kita kehilangan saat memaknai kehidupan dengan dalam. 

Ah, hidup terlalu luar biasa untuk dilewatkan begitu saja dengan hanya sibuk berpikir tentang uang, ambisi dan sekian kemewahan yang ditawarkan dunia. I want more than that…jiwaku menginginkan sesuatu yang pernah dia saksikan sebelumnya. Sebuah kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata yang fisik ini…Sampaikan kami ya Allah…


Ballorig, Amsterdam 31 Maret 2025 / 1 Syawwal 1446

10.12



Friday, March 28, 2025

Agar jernih hati menghadapi keburukan orang lain

 Memang salah satu hal yang paling sulit adalah mengenali keburukan diri sendiri. Seperti kata pepatah, 

"Kuman di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tidak nampak"

Lebih mudah melihat keburukan orang dan menghakimi orang dengannya dibanding berani memandang keburukan diri sendiri dan mengakui keadaan diri di saat itu apa adanya.Sering, saat keburukan ditampakkan oleh Allah di cermin semesta kehidupan kita, respon kita malah melempar cermin itu. Lagi-lagi seperti kata pepatah, 

"Buruk rupa cermin dibelah"

Mungkin yang tampak adalah pasangan yang rewel atau nyebelin. Atau kelakuan anak yang bikin kita mengelus dada banyak-banyak. Atau tingkah polah rekan kerja yang bikin aksi atau fitnah sedemikian rupa yang membuat kita emosi. Tapi kalau pandangan kita terpaku pada "bayangan-bayangan dalam cermin" dengan tanpa melihat obyek yang sebenarnya, maka semua pertolongan dari Allah untuk membaca diri dan mengenal jiwa kita itu menjadi sia-sia bahkan menjadi bumerang yang menambah tumpukan penyakit hati.

Maka mesti sabar menghadapinya. Kesel sih iya, pengennya meluapkan kemarahan. Justru pelajaran awal bagi para salik - pejalan menuju Allah - menurut Ibnu Arabi dalam bukunya "Adab para Salikin" adalah agar kita menahan marah. Kalaupun marah, upayakan agar tidak kelihatan marah. Nah, gimana tuh, tidak mudah tentunya tanpa pertolongan Allah. Justru itu, memang desain dunia akan dibuat sedemikian rupa agar kita merasa fakir, butuh betul pertolongan Allah di setiap saat.

Jadi ingat, saat melihat keburukan di saudara kita. Respon hati harus istighfar dan minta Allah yang mencabut keburukan di hati kita, karena dunia sekitar kita adalah cermin tiga dimensi yang demikian canggih yang merefleksikan kondisi hati dari saat ke saat. Kalau isi hati cahaya maka akan terpancar sebagai kebaikan. Sebaliknya jika di bagian hati ada kegelapan maka akan terwujud menjadi keburukan. Istighfar dan mohon Allah mengampuni. Sebagaimana kata Imam Ali, "Cabutlah kejahatan yang ada di saudaramu dengan mencabutnya dari dadamu."

Amsterdam, musim semi yang panas-dingin 28 Maret 2025, jelang akhir Ramadhan dan ujian mendapat rekan kerja yang alhamdulillah nyebelin. Astaghfirullah, cermin hati...

Tuesday, March 11, 2025

Kenali suara hawa nafsu

 


“…dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkanmu dari jalan Allah” 

(Q.S. Shad: 26)

Yang membuat kita susah bersyukur adalah hawa nafsu yang masih mendominasi. Dia senang sekali memaksakan agendanya hingga membuat kita pontang-panting menghadapi aliran takdir kehidupan yang telah Allah gariskan. Wajar, karena hawa nafsu adalah entitas di dalam manusia yang terbentuk di alam dunia, setelah jiwa dan raga kita dipersatukan di dalam rahim ibunda. Hawa nafsu tidak mengenal Allah karena dia tidak hadir di Alam Alastu (Alam Penyaksian) yang disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam Al Quran, 

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap jiwa mereka sendiri (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Rabbmu (alastu birabbikum)?" Mereka menjawab, "Betul, kami bersaksi (bala syahidna)." (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya kam lengah terhadap hal ini." 

(QS Al A'raaf [7]:172)

Adalah jiwa kita yang diberi pengetahuan tentang bagaimana menempuh perjalanan di dunia dan alam-alam berikutnya. Oleh karenanya jika kita hanya mengandalkan kemampuan raga beserta akal pikiran yang ada hanya akan dibuat sulit dan terseret-seret dalam menjalani goresan pena takdir kehidupan. Karena akan ada hal-hal yang tak terjangkau oleh pertimbangan logika manusia. Yang akhirnya manusia cenderung menjadi mengeluhkan kehidupannya dan tidak menerima ketetapan Allah. Dia akan tersesat dalam rimba belantara kehidupan sambil berupaya keras mencari solusi kehidupan pada arah horizontal hingga kepayahan dan akhirnya patah. Apa yang dia cari hanya fatamorgana alam dunia yang fana. Maka, ingatlah bahwa diri kita yang sebenarnya adalah jiwa kita. Cari itu. Rasakan kehadirannya dengan terus menerus mengasah cermin hati. Ikuti syariat Muhammad SAW, karena itu adalah jalan kebangkitan jiwa. Agar kita tidak merana terus dalam kehidupan karena terus didikte oleh suara hawa nafsu dari dalam diri.[]

Amsterdam, 11 Maret 2025 / 11 Ramadhan 1446

Siang hari di musim semi yang berawan. Jelang waktu Dhuhur, 12.50 


Monday, March 10, 2025

Dunia memang dibuat tidak nyaman

 Merasa berat menjalani kehidupan?

Hari ke hari sepertinya seperti beban yang tanpa henti?

Rasanya mumet terus pikiran dan hati ruwet?

Desain kehidupan dunia memang dibuat agar manusia tidak merasa nyaman di dalamnya. Ini hal yang kita sering lupa. Bahwa kita hanya sekadar singgah di alam ini, mengumpulkan bekal dan berjalan ke alam lain dalam sebuah perjalanan panjang. Nabi Isa a.s. berkata, "Dunia adalah bagaikan jembatan. Dan tidak ada orang yang membangun rumah di atas jembatan." Rumah adalah lambang sebuah status quo atau kenyamanan. Bukan berarti Allah tidak ingin kita menikmati kehidupan. By all means, berbahagialah dan nikmati setiap saat yang ada. Akan tetapi agar kita tidak tenggelam dalam dunia dan lupa orientasi akhirat dan jangan panjang kita. 

Masalah itu karenanya adalah sebuah hal yang melekat dalam kehidupan dunia. Dan manusia sebenarnya perlu diselimuti oleh takdir yang berupa masalah dan kesempitan hidup. Karena kalau hidup lapang dan mudah kita akan cenderung lupa Allah dan tidak menghadap kepada-Nya. Sementara kematian selalu mengintai dan kita akan kehilangan ma'rifat. Na'udzubillahimindzaalik. 

Karena masalah itu bagian dari kehidupan maka kita tidak perlu kaget dengan hadirnya ujian karena hati sudah selalu pasang kuda-kuda. Berikutnya, langkah paling cerdas untuk menghadapi masalah - apapun itu - adalah bertanya dan meminta panduan kepada Dia yang mengirimkan semua itu, karena hanya Dia yang mengetahui respon yang paling tepat dalam menghadapinya dan apa, bagaimana serta kapan tibanya jalan keluar yang terbaik. Jika kita selalu berupaya untuk berserah diri kepada qadha (ketetapan)-Nya dan mengembalikan semua kepada-Nya, hidup jadi lebih ringan dijalani. Bukan berarti masalah tiba-tiba hilang dalam sekejap. Dia mungkin masih ada dan kita masih harus sabar menjalaninya bahkan bertahun-tahun lamanya. Tapi kesadaran dan pengetahuan yang Allah teteskan ke dalam dada kita akan membuat kita menjadi lebih memaknai setiap episode kehidupan, sepahit dan seberat apapun itu. Kesadaran itu yang membuat kita lebih ringan dan hati bisa tersenyum dalam menjalaninya. 

Jadi, kuncinya, libatkan selalu Allah. Karena Dia selalu menanti kesiapan kita dalam taubat, kembali menghadapkan diri kepadanya.

Amsterdam, musim semi yang hangat, 10 Maret 2025 / 10 Ramadhan 1446 H

Friday, March 7, 2025

Ketika tawakal kita terpeleset

 Kadang kita tidak sadar kalau beberapa kali dalam hidup tawakal kita terpeleset jadi tidak mengandalkan Allah. Atau sebagian mengandalkan Allah sebagian lagi mengandalkan lainnya.

Kita yang terpeleset tawakalnya dengan berpikir bahwa kalau bekerja di perusahaan yang keren itu akan menjamin masa depan dan rezeki.

Kita yang tergadaikan tawakalnya dengan menduga kalau anak sekolah di sekolah yang itu akan sukses hidupnya.

Kita yang rusak kemurnian tawakalnya dengan berburuk sangka kepada Allah bahwa jika kita kehilangan pekerjaan atau gagal bisnis maka keluarga akan kelaparan, seakan Allah tidak berkuasa mendatangkan rezeki dari tempat lain.

Demikianlah, kita telah sekian lama tercelup di dalam dunia sebab akibat, akhirnya menganggap remeh kuasa dan keajaiban-Nya. Terlalu tersihir akal pikirannya bahwa jika tidak A maka tidak akan B. Seakan tak ada jalan lain untuk terbukanya kesempatan dan perubahan selain dari apa yang benak kita bisa bayangkan. Padahal “Allahu Akbar” kita ucapkan, setidaknya 94 kali dalam sehari. Mengatakan “Allah Maha Besar” tapi ketika berhadapan dengan konflik kehidupan dan kesulitan ekonomi kadang masalah itu yang terasa “akbar” dibanding kebesaran Kuasa Allah. Ternyata, kalau boleh jujur, banyak takbit kita baru hanya ucapan di bibir saja. Adalah ujian keseharian yang menampakkan keadaan hati kita, apakah benar tawakalnya kepada Allah atau bukan.[]

Amsterdam , Jumat,  5 Maret 2025 / 5 Ramadhan pukul 16.02

Di dalam mobil di tempat parkir sambil menunggu Rumi yang semangat les biola.

Ngatur-ngatur Tuhan

 Kita yang merasa shalih dan beragama ini tidak sadar bahwa kita kerap mengatur-ngatur Tuhan. 

Saat kita berpikir, "Duh coba punya mobil ya, aku akan sering ke pengajian sambil bawa teman dan keluarga." Kita merasa keadaan yang ada sekarang tidak ideal untuk pergi ke pengajian. Padahal kalaupun Allah beri mobil belum tentu diberi keinginan ngaji dan keberkahannya malah jadi kurang karena hati malah ujub, merasa diri lebih mulia dari orang yang jalan atau naik angkutan umum. 

Saat kita berpikir, "Wah repot nih ngurus si kecil. Coba kalau punya pembantu, aku bisa ngaji dan belajar lebih banyak." Padahal kalaupun diberi selusin pembantu belum tentu dia tergerak untuk ngaji dan efektif waktunya untuk belajar. 

Saya pernah merasakan hal yang mirip. Merasa ingin menyelesaikan menerjemahkan sebuah buku sambil repot mengurus dua anak yang masih berusia balita saat itu. Suatu hari saya bertekad ngebut mengejar beberapa bab penerjemahan dengan menitipkan anak selama setengah hari kepada baby sitter dan saya keluar mencari tempat untuk bekerja. Apa yang terjadi? Jalannya penerjemahan tidak selancar biasanya. Entah kenapa otak saya kesulitan untuk mendapatkan kata-kata yang pas. Setelah itu kok gelombang ngantuk datang tidak henti-hentinya. Alhasil, waktu sekian jam yang niatnya ingin produktif menerjemahkan tidak tercapai. Saya lupa, Allah-lah yang memberi inspirasi dan kekuatan untuk menerjemah. Walaupun kita berupaya mengkondisikan kehidupan tapi kalau Allah tidak beri kemampuannya maka tetap saja tidak jalan! Sebuah pelajaran yang berharga buat saya.

Jadi, hidup itu simpel sahabat. Tidak perlu ngatur-ngatur Tuhan atau mendikte-Nya dengan membuat sebuah persyaratan-persyaratan, "Kalau begini saya akan begitu" Siapa yang menjamin? Kita memang suka sok tahu. Merasa skema yang ada di benak kita lebih baik dari pengaturan-Nya. Astaghfirullahaladziim.

Amsterdam, 7 Maret 2025 / 7 Ramadhan 1446 H

14.58

Bahagia itu sederhana

 Menjadi bahagia itu sederhana.

Ia tak perlu syarat ini dan itu.

Tak perlu kemewahan dunia atau pengkondisian tertentu.

Memang kita kadang membuat susah diri sendiri dengan membuat batasan tentang kebahagiaan. 

"Aku akan bahagia kalau sudah menikah". Jadinya selama masa penantian kurang bahagia jadinya. 

"Aku akan bahagia kalau bisa beli rumah". Jadinya selama menabung sampai masanya tiba bisa membeli rumah jadi merasa kurang bahagia.

"Hidupku akan sempurna jika punya anak". Akhirnya setiap kali gagal mendapat anak dia merasa semakin terpuruk.

Kenapa harus membuat syarat untuk bahagia alih-alih membiarkan rasa bahagia itu datang dengan sendirinya. Karena bahagia itu adalah ketika kita mensyukuri apa yang ada, di saat ini, di detik ini, di bumi yang kita pijak hari ini juga. Jika kita bisa tersenyum kepada ketetapan-Nya dan menerima dengan tulus. Itulah bahagia. Tak perlu syarat apapun. Bahkan di tengah kekalutan dan kisruhnya kehidupan pun kita masih bisa merasa bahagia. Bukan berarti harus tertawa dan nampak ceria terus. Karena kita bahkan bisa merasa 'bahagia' di tengah kesedihan yang melanda. Bahagia karena tahu bahwa Allah senantiasa memegang kita. Bahwa semua kejadian terjadi dengan izin-Nya. Dan kalau Dia mengizinkan sesuatu terjadi pastilah banyak hikmah dan kebaikan di dalamnya. Itu yang coba kita gali. Asal sabar saja. 

Jadi, mari kita berbahagia dengan kondisi apapun yang ada. Semua datang dari goresan takdir-Nya Yang Maha Adil dan Maha Penyayang. Hidup itu sederhana wahai sahabat. Jangan dibuat jadi rumit!

Amsterdam, di musim semi yang hangat.

Jumat, 7 Maret 2025 / 7 Ramadhan 1446 H. Pukul 14.50

Tuesday, March 4, 2025

 Embracing the dance of uncertainty in life.

For uncertainty plays a crucial note in the grand symphony of life. It humbles us and shape us into a being who surrender. And that’s the only way to experience the Divine power within.

Amsterdam, sunny morning 4 March 2025 / 4 Ramadhan 1446 H. 10.38

Monday, March 3, 2025

There is nothing like fasting

 There is nothing like fasting.

The Prophet SAW said, 

"Allah said, "Every good deed of sons of Adam is for himself except fasting; it is for Me and I shall reward (he fasting person) for it." Verily, the smell of the mouth of a fasting person is better to Allah than the smell of musk."

What a wonderful thing when Allah claimed something and said "it's for Me". It is indeed for Allah. Like everything else, it should for Allah only. And yet it is so humble of Allah to say "fasting is for Me". It's wonderful to feel this.

Fasting (shaum) is indeed different with any other rituals like shalat, hajj or zakat. Fasting is like "doing nothing". We emptied ourselves to be able to become His vessels. Ready to be poured upon to. Hopefully He uses us. And there is no greater honor than that. To be used by Him.

Amsterdam, 3 March 2025 / 3 Ramadhan 1446 H

14.31



Sehilal purnama kehidupan

 Perjalanan kehidupan ini adalah untuk mengenal-Nya. 

Itulah orientasi dalam kehidupan. Kesadaran ini membuat kita menjadi memandang segala sesuatunya berbeda dan menjadi bisa memaknai dengan dalam apa-apa yang telah Allah izinkan terjadi dalam aliran takdir kehidupan. Terutama membantu kita dalam menerima dan mengambil hikmah dari tragedi kehidupan atau sisi kelam yang bagaimanapun Allah telah tuliskan dan menjadi bagian dari kisah hidup kita. 

Hitam - putih kehidupan, suka - duka, siang - malam, keluangan - kesempitan, sakit - sehat, tertawa - menangis adalah bagian dari kehidupan di dunia. Sesuatu yang menumbuhkan sesuatu di dalam jiwa kita. Karena kualitas pemaaf hanya tumbuh ketika ada sesuatu kesalahan yang dimaafkan. Sebab sabar hanya tumbuh ketika kita harus menahan sesuatu atau mendera sesuatu yang tidak mengenakkan atau sesuatu yang melmpah.  Natur kehidupan adalah seperti tarikan nafas dan hembusan nafas. Juga seperti detak jantung yang berkontraksi dan berelaksasi. Itulah tanda-tanda kehidupan. Tanpa malam, siang hanya akan menghancurkan isi bumi karena akan terlalu panas. Tanpa kehadiran siang, bumi akan beku dan tak akan ada kehidupan yang tersisa di dalamnya. 

Allah Ta'ala mempergantikan siang dan malam, suka dan duka agar jiwa kita hidup dan bertumbuh. Semua sajian takdir kehidupan yang kerap membuat kita jatuh bangun dan pontang-panting dalam menghadapinya itu baru sehilal cahaya purnama pengenalan dari-Nya. Rasulullah SAW bersabda ketika beliau memandang  kepada bulan purnama, 

"Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb sebagaimana kalian memandang bulan ini. Kalian tidak berdesakan ketika kalian memandang Allah." (HR Bukhari No.554)

Jadi, jangan sampai kehidupan menaklukkan kita dan membuat kita putus asa, kehilangan arah dan orientasi kehidupan dan tidak fokus menjalani hari-hari. Bukankah kita punya Allah yang selalu siap menolong kapanpun? Barangkali kita yang kurang serius dalam meminta pertolongan-Nya. Agar kita meraih yang terbaik dalam pagelaran pengenalan sehilal purnama kehidupan ini.[]

Amsterdam, musim semi yang dingin tapi cerah

Senin, 3 Maret 2025 (Ramadhan hari ketiga). 14.12 siang.

Sunday, February 23, 2025

Berdamai dengan ketidakpastian

 Dulu, saya akan gelisah jika menghadapi ketidakpastian. Seolah-olah tabu untuk berkata “aku tidak tahu” menghadapi berbagai kemungkinan takdir kehidupan. Akan tetapi semakin bertambah usia (atau sebenarny semakin berkurang, dari sudut pandang lain😁), saya makin paham bahwa sebenarnya kita memang dalam kondisi tidak tahu apa-apa. Segala hal yang kita anggap sebagai pengetahuan atau kebenaran sangat relatif dan dipertanyakan betul keabsahannya. Dalam Al Quran, hal ini dikunci dengan ayat yang terkait dengan peperangan, dimana kita pasti akan berada dalam medan perang di dalam diri yaitu perang melawan hawa nafsu,

Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.- QS Al Baqarah [2]:216

Jadi, apa yang tidak kita sukai belum tentu tidak baik buat kita. Padahal banyak keputusan dalam hidup kita ambil berdasarkan suka atau tidak suka (like or dislike). 

Jadi bagaimana? Lebih baik memilih yang tidak kita sukai? Ya tidak sesimpel itu. Hidup memang kompleks. Sekompleks manusia. Diciptakan kompleks karena memang berfungsi untuk menumbuhkan akal jiwa kita. Agar kita makin mengenal (ma’rifat) kepada Sang Pencipta.

Maka sadarilah bahwa ketika kehidupan terasa tidak pasti, itu justru hari raya bagi para pencari Allah, para pencari kebenaran. Karena dikondisikan dalam situasi yang tak menentu, akhirnya kuta berpegang dari saat ke saat kepada Sang Pencipta. Merenda hari demi hari dengan manjaga shalat, membaca Al Quran, berdzikir dan beramal shalih. Kemudian saksikan bagaimana Dia menggerakkan kehidupan dengan demikian menakjubkan.

Saya mulai paham dan mensyukuri saat dihadapkan kepada ketidakpastian hidup. Bahkan sampai pada sebuah kepastian bahwa tak ada yang “pasti” dalam hidup. Semua gaib, tak terjangkau, dan tak terbaca pada hakikatnya. Dan semoga kita bisa menjadi hamba-Nya yang taqwa, yaitu mereka

“Yang beriman kepada yang gaib (iman bil gaib)”

QS Al Baqarah:3


Amsterdam Bijlmer Arena, awal musim semi yang sejuk, di bawah sinar matahari siang, 14.29

Minggu, 23 Februari 2025 / 24 Sya’ban 1446 H


Monday, February 17, 2025

Membawa berkah dimanapun berada

 Salah satu karakteristik orang beriman adalah, dimanapun dia berada pasti akan memberkati lingkungannya. Ia akan cenderung berbuat kebaikan lebih cepat dibandingkan yang lain. Kalau lihat meja kantor berantakan, langsung rapikan tanpa menunggu OB (office boy). Melihat sandal berantakan di mushalla, langsung rapikan. Ada sampah di lantai, langsung ambil dan buang ke tempat sampah. Bergerak cepat tanpa mengharap pujian, naik gaji atau naik pangkat. Karena orang beriman mensyukuri dunia kantor atau rumah dan semesta yang Allah hadirkan. Maka dibuat senyaman mungkin.

Itulah mentalitas orang beriman. Cepat berbuat kebaikan dan jangan menunggu atau ingin dilayani saja. Justru kita harus melayani orang lain. Dimanapun kita ditakdirkan berada, jadilah cahaya di tempat itu. Tebarkan berkah dimanapun juga.


La Place, Efteling. Di awal musim semi yg masih dingin

Kaastheuvel, 17 Februari 2025. 13.50 siang

Sunday, February 16, 2025

The Only String Attached

 Dunia yang kita tinggali ini memang kuat ilusi sebab-akibatnya. Sedemikian rupa sehingga kita lupa jika sesuatu terjadi dan menimpa kita, itu bukan sekadar diakibatkan oleh si ini atau si itu yang hanya merupakan pion-pion yang Allah Ta'ala gerakkan di semesta kehidupan kita untuk sebuah tujuan tertentu, karena tak ada satu gerakan dan satu takdir pun yang sia-sia (bathil). 

Memang gara-gara si pencuri itu benda kesayangan kita hilang, memang melalui orang ketiga itu yang mencetuskan ricuh di dalam rumah tangga, memang karena perkataan dia maka fitnah kemudian berkembang. Tapi, kalau kita kembali kepada prinsip tauhid, tidak ada angin yang berhembus, tidak ada daun yang jatuh, tidak ada atom yang bergerak, tidak ada pesan whatsapp yang terkirim, tak ada perkataan yang terlontar dari lisan seseorang dll, tanpa Dia, Sang Maha Kuasa izinkan. Kalau Allah Ta'ala sudah turun izinnya pasti sesuatu itu mengandung kebaikan dan hikmah, karena itu sifat Allah Ta'ala yang mutlak. Dia Ar Rahman Ar Rahim. Dia selalu memberi yang terbaik dan Dia menyayangi segenap ciptaan-Nya. 

Kita adalah ciptaan Allah Satu-satunya tali yang tak kasat mata yang menggerakkan kita dan juga makhluk lain adalah tali yang terbentang dari Sang Pencipta kepada segenap ciptaan-Nya. Pahami konsep ini, maka kita akan bisa melihat jauh di balik dunia bayang-bayang dan tidak terlalu dibuat sulit karenanya. Dengan kesadaran bahwa setiap ciptaan bergantung sepenuhnya kepada Allah maka cara cerdik untuk mengubah orang lain atau kehidupan adalah menghubungkan diri dengan-Nya melalui dzikir dan biarkan Dia mengubah sesuatu itu. Sungguh Dia Maha Mendengar dan Maha Kuasa. 

Kaatsheuvel, 16 Februari 2025, 19.05

Liburan musim semi, sehari sebelum ke Efteling bersama anak-anak. 

Friday, January 31, 2025

 There is nothing like being in the present moment.

When you feel the beat of the universe

When you inhale the breath of Ar Rahman

When time feels like standing still

That slow motion moment in life

When you feel God’s presence 

So close in your heart

So much that it warmth your heart

So beautiful that you start to smile

So intense that tears start to flow on your cheek

There is nothing like that moment

When “i”, “me”, “myself”,”mine” dissolves…

And there’s only You

It always You….


Diemen, Randstad zaal. In the middle of music concert of Rumi

31 August 2025 / 1 Sya’ban 1446 H

16.53

Monday, January 13, 2025

Rezeki tak terduga di tengah himpitan kehidupan

 Salah satu hal yang paling sering membuat orang khawatir dalam kehidupan adalah tentang rezeki. Kita demikian terbius oleh alam sebab akibat dunia ini sehingga sering lupa bahwa Allah adalah Maha Kuasa. Dan bahwa sumber rezeki kita pada hakikatnya adalah dari Dia semata yang bisa didatangkan melalui semesta yang ada dengan cara yang tak terduga. 

Seorang ibu baru-baru ini berbagi kisah hidupnya. Bagaimana lima belas tahun yang lalu beliau bercerai karena suaminya memilih bersama perempuan lain dan meninggalkan dia dan ketiga anaknya yang masih kecil. Dalam keadaan hati yang masih remuk akibat perceraian itu, sang ibu harus memutar otak mencari jalan untuk menafkahi diri dan ketiga anaknya. Dan ide untuk kembali ke dunia profesional yang telah ia tinggalkan selama enam tahun untuk khusus mengurus anak-anaknya itu dirasa menakutkan. Apakah orang masih mau menerima saya? Apakah saya bisa kembali bekerja sesuai dengan pendidikan tinggi yang telah saya tempuh? Sejumlah pertanyaan berputar bagaikan angin puting beliung di dalam benaknya. Rasanya saat itu tak terbayang jalan keluar dari permasalahan yang ada. Satu-satunya tempat sang ibu bisa mencurahkan semua isi hatinya adalah saat ia ada di atas sejadahnya. Dalam munajatnya dia berdoa kepada Allah, "Ya Allah tolong bantu hamba menafkahi diri dan anak-anak..." Dia berdoa dan berdoa sampai tak terasa tetes demi tetes air mata mengalir di pipinya. Ada rasa hangat menyala di hati ketika ia bisa mengadu kepada Yang Maha Kuasa. 

Di hari itu juga, tiba-tiba teman kerja lama yang sudah bertahun-tahun tak jumpa meneleponnya. 

"Hey, tumben aku mimpi kamu semalam. Dan kamu menangis dalam mimpiku. Apa kamu baik-baik saja?"

Sapaan itu terasa bagaikan tetes air di tengah gurun di siang hari yang terik. Sang ibu kemudian menceritakan semua yang terjadi apa adanya, sambil berkata "Aku butuh kerja". Sesuatu yang disambut dengan segera oleh sang teman yang kemudian berkata, "Wah, kebetulan, kita sedang ada sebuah lowongan posisi di tempat kerjaku. Segera buat CV (Curriculum Vitae)dan kirim hari ini juga ya!" Sambutnya dengan antusias sambil tak lupa mengingatkan si ibu berkali-kali agar mengirim CVnya HARI ITU JUGA. Demikian penekanannya. 

Sang ibu yang sudah lama tidak bersentuhan dengan dunia kantor merasa kikuk untuk menuliskan CV kembali. Akhirnya dengan terbata-bata dan penuh upaya CV itu berhasil dikirimkan di hari yang sama. Dan di hari itu juga dia mendapat respon untuk mendapatkan wawancara pekerjaan yang kemudian memberinya sebuah posisi manager di perusahaan itu. 

Hari itu menjadi salah satu hari yang tak terlupakan dalam hidupnya. Bagaimana dalam keadaan yang terpuruk kemudian Allah Ta'ala angkat dengan sebuah kejadian tak terduga dan indah. Melalui seorang teman yang Allah kirimkan mimpi kepadanya. Hingga ia mendapatkan pekerjaan yang bisa menafkahi diri dan ketiga anaknya.

Itu lima belas tahun yang lalu. Sekarang anak-anak beliau sudah besar dan sebagian besar sudah mandiri. Bukti bahwa hal yang dikhawatirkan di awal waktu tentang apakah bisa menafkahi mereka di masa depan adalah kekhawatiran yang tak beralasan, karena Allah memang selalu memenuhi janjinya kepada mereka yang bertawakal kepada-Nya. 

Jadi, ketika dunia kita seakan runtuh dan jalan keluar dari kehidupan tampak buntu. Jangan putus asa, kembalikan semua kepada-Nya. Tawakal kepada Dia sepenuhnya dan saksikan dari mana Dia akan membukakan pintunya. []

(Dituliskan ulang berdasarkan kisah nyata)


Amsterdam, di musim dingin (1 derajat celcius) yang cerah 

Senin 12.52 siang, 13 Januari 2025 / 13 Rajab 1446 H

Thursday, January 9, 2025

 Suatu saat nanti kau akan menyadari bahwa semua ini bukan terjadi begitu saja.


***

“Wahai Tuhanku, tak ada hal yang Kau ciptakan sia-sia (bathil)” - Surat Ali Imran:191

Wednesday, January 8, 2025

 We are inevitably are creatures of attachments. Whether we like it or not,

Whether we are aware of it or not.

Apparently it what makes us human, as attachment lies in the heart of every relationship. 

Just like the force of gravity that keeps our feet on the ground, these attachment keeps us grounded on this episode of life. 

It’s there for a purpose.


Until…

The time comes that we need to detached ourselves from all the attachments of any kind.

It is the journey of tawhid.

To merge with The One.

Laa ilaaha ilallah…


Amsterdam, cold winter time 7 Jan 2025 / 7 Rajab 1446