Sunday, June 25, 2017

Miskin Di Akhir Usia: Jangan Berdoa Yang Tidak Kita Pahami

Lelaki tua itu terbaring lemah di atas pembaringan tua. Mbak Romlah sang asisten rumah tangga duduk sejak tadi dengan semangkuk bubur di tangan kirinya dan tangan kanan berupaya menuangkan sendok demi sendok bubur ke dalam mulut sang lelaki tua yang kering dan kadang bergetar. Setiap teman dan kerabat yang datang menjenguk menggelengkan kepala sambil berupaya merasionalisasi bagaimana mungkin seorang yang ketika mudanya bergelimang harta yang ditaksir tujuh turunan tidak habis dan saat itu mengendarai mobil termahal sedunia - mungkin setara dengan Maybach Exelero yang konon dibandrol lebih dari 80 milyar rupiah saat ini. Sekarang ia tinggal di rumah kontrakan hanya ditemani seorang pembantu. Dua kali pernikahannya kandas dan berakhir dengan keributan, demikian buruknya hubungan dengan mantan istri dan anaknya hingga mereka bahkan emoh untuk sekadar menengok lelaki tua yang sudah menjelang maut ini.

Untunglah ia masih memiliki keponakan yang baik hati, yang mau mengurusnya, mendoakannya setiap hari hingga mendatangkan ustadz untuk membimbing syahadat. Lelaki tua ini sudah lama tidak sholat dan jauh dari agama sejak karirnya meningkat dan bisnisnya tiba-tiba melimpah ruah keuntungannya dalam sekejap. Ternyata gemerlap dunia bisa memabukkan seseorang. Rumah tangga yang tadinya tentram - walau dalam keadaan ekonomi pas-pasan- tiba-tiba memanas, pertengkaran tak terelakkan terjadi hampir setiap hari. Adapun pernikahan kedua tidak bisa dijadikan harapan karena si perempuan menikahi dia semata-mata karena kekayaannya, ia pun pergi saat mengetahui sang lelaki mulai terlilit banyak hutang diakibatkan investasi yang gagal. Almarhum paman beliau pernah menasihati, "Kuwi iku gusti Allahe dhuwit, nabine jarit". Sebuah pepatah Jawa yang secara harfiah berarti Tuhannya berupa uang dan nabinya kain. Gambaran seseorang yang hatinya hanya bertujuan memburu harta benda, kemewahan dan kenikmatan. Tapi sang lelaki tidak menggubris, pandangannya terlalu disilaukan dengan ilusi bahwa kebahagiaan dan kesuksesan hanya datang dari kepemilikan yang berlimpah atas dunia.

Saat ini nafasnya sudah semakin pendek dan sesak. Sang ustadz mulai intensif membaca doa dan membimbing beliau mengucapkan syahadat. Sayang, lisannya tidak mampu menyebut nama Allah Sang Pencipta bahkan hingga akhir hayat.

----
Tak banyak yang menghadiri pemakaman beliau, hanya sang keponakan dan keluarganya, salah satu anaknya, pak RW, dua orang penggali kubur, dua orang teman lama, pak ustadz dan tentu Mbak Romlah yang saat ini harus mencari pekerjaan baru.

Saat menjawab pertanyaan dua orang teman yang sempat menjadi saksi masa-masa kejayaan beliau ketika hartanya melimpah namun dalam beberapa tahun terakhir kehidupannya menjadi luntang-lantung bahkan tidak punya uang untuk sekadar membeli makan, pak Ustadz berkata, "Kadang ada orang yang begitu ngotot berdoa minta rejeki banyak sekarang juga, sedemikian rupa hingga ia menghabiskan jatah rejekinya seumur hidup - ditarik ke depan. Dia tidak paham bahwa rejeki orang itu sudah ditakar dengan sempurna oleh Sang Pemberi Rezeki hingga cukup sebagai bekal hingga nafas yang terakhir..."

Semua orang beranjak pulang dalam hening, meninggalkan seonggok kuburan baru yang penghuninya harus bersiap menjelang kehidupan berikutnya.[]

"Wahai Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang tidak aku ketahui."

- Doa Nabi Nuh as yang diabadikan dalam Al Quran

(Based on a true story)

No comments:

Post a Comment